Rencana Tanggul Raksasa Jangan Bunuh Nelayan dan Ekosistem

Masih Bermasalah di Mahkamah Agung

Senin, 14 Februari 2011, 02:51 WIB
Rencana Tanggul Raksasa Jangan Bunuh Nelayan dan Ekosistem
ilustrasi, tanggul laut raksasa
RMOL. Rencana pembangunan tanggul raksasa di Utara Jakarta diduga tidak melibatkan peran serta masyarakat sekitar. Selain bermasalah di Mahkamah Agung (MA), rencana proyek ini juga diduga hanya akan membunuh nelayan dan ekosistem laut.

Hal ini diungkapkan pengamat lingkungan dari UI Ahmad Saf­rudin. Meski se­benarnya, upaya pemerintah pusat dan Peme­rintah Provinsi (Pem­prov) DKI Jakarta menga­tasi masalah ban­jir di ibukota dengan memba­ngun tanggul laut raksasa ini disambut baik berba­gai pihak, dia menilai proyek ini tak layak.

Apalagi, mengingat persolan ini juga masih berma­salah di MA, karena proses rekla­masi pantai utara ini ditolak oleh Ke­men­terian Lingkungan Hidup. Yakni, berdasarkan kasasi Mah­kamah Agung, pada 2003, dalam perkara tata usaha negara me­nge­nai Ke­putusan Menteri No.14/2003, yang mengatur ketidak­la­ya­kan reklamasi dan revitalisasi pan­tai utara Jakarta.

“Pembangunan tanggul laut raksasa ini diduga berkaitan de­ngan merevitalisasi ide rekla­ma­­si Pantura Jakarta yang di­tolak. Se­cara ringkas, reklamasi ini ti­dak layak diberlakukan. Terlebih lagi tidak melibatkan masya­rakat,” jelasnya.

Menurut Ahmad, jika Pemprov DKI beritikad baik mengatasi masalah banjir di Jakarta, seha­rusnya studi pembangunan tang­gul laut raksasa melibatkan mas­yarakat banyak. Termasuk ma­syarakat di kawasan pantura, se­hingga tercipta kesepakatan ber­sama. Apalagi, jika pem­ba­ngu­nan tanggul laut raksa­sa terus berjalan, tentunya ka­wa­san Pen­jaringan, Tegal Alur, Ka­puk Mua­ra, Muara Angke sam­pai ke Cilincing akan terabaikan.

“Mungkin reklamasi ini men­jadikan Jakarta sebagai kawasan yang modern, tapi kawasan pen­jaringan dan sekitarnya pasti amat sangat kumuh dan akan di­biarkan dengan kondisi terge­nang air, seperti kasus Pantai Indah Kapuk,” ujar Ahmad.

Selain itu, masih menurut Ah­mad, dampak lain pembangunan tanggul raksasa ini adalah tergu­surnya para nelayan di sekitar pan­tura. Dia berharap agar Pem­prov DKI melakukan kesepaka­tan bersama terlebih dahulu de­ngan para nelayan. Jika memang nelayan harus digusur, pemprov dia nilai harus merelokasikan ke tempat yang layak. “Kalau dire­lo­kasi ke kawasan pedalaman, sama saja dengan membunuh ne­la­yan tersebut,” tegasnya.

Di samping itu, menurut Ah­mad lagi, pembiayaan relokasi nela­yan harus diatasi dengan pembia­yaan yang berasal dari proyek pembangunan tanggul laut rak­sasa tersebut. Bukan ber­asal dari APBD. Ini meru­pakan kewajiban pemprov ketika me­ngembangkan sebuah proyek yang berdampak terhadap ling­kungan sekitarnya.

Ahmad menilai, pembangunan proyek tanggul laut raksasa di­anggap layak bila mampu mem­biayai berbagai dampak akibat proyek bendungan dan reklamasi tersebut. Sebaliknya, kalau tidak mampu, berarti tidak layak, se­hingga juga tak layak diteruskan.

Hal yang sama diungkap pe­neliti Indonesian Center for En­viromental Law Irvan Pulungan. Menurutnya, pantai Utara saat ini reklamasinya sedang bermasalah di Mahkamah Agung. Dengan demikian, pembangunan tanggul raksasa tidak mungkin dilakukan.

Sementara analisis mengenai dam­pak lingkungan (Amdal) rek­lamasi pantura dinyatakan tidak layak oleh Surat Keputusan Ke­menterian Lingkungan Hidup. “Ini yang katanya opsi paling mung­kin dilakukan pemprov, ba­gaimana bisa diintegrasikan de­ngan reklamasi yang berseng­keta di pengadilan?” cetusnya.

Irvan menilai, pemprov seha­rusnya memahami bagaimana dampak yang terjadi pada eko­sis­tem di pantai Jakarta Utara. “Pe­lajaran yang kami ambil di Si­ngapura, reklamasi bisa mema­tikan ekosistem bakau dan secara tidak langsung akan merugikan nelayan,” ujarnya.

Permasalahan banjir rob dan penurunan muka tanah diniliai Irvan, sebagai akibat logis rek­lamasi tanggul rakasasa tersebut. Pasalnya, dampak pembangunan tanggul raksasa ini akan berke­panjangan. Apalagi belum ada Kajian Lingkungan Hidup Stra­tegis (KLHS) yang diterapkan pada proyek ini. Yang terpenting, dia menegaskan, adalah analisis dampak dari proyek pembangu­nan ini, apakah bermanfaat atau lebih menghancurkan.

Di samping itu, menurutnya lagi, perlu diperhatikan bentuk pembangunan tanggul raksasa yang bukan hanya sekadar mem­bendung kota Jakarta, efektivitas pembangunan tanggul raksasa dinilai Irvan belum 100 persen mampu mengatasi masalah banjir di Jakarta.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA