Label Depan Kemasan Efektif Lindungi Konsumen dari Pangan Tak Sehat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Rabu, 14 Mei 2025, 15:28 WIB
Label Depan Kemasan Efektif Lindungi Konsumen dari Pangan Tak Sehat
Project Lead for Food Policy Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Nida Adzilah Auliani/Ist
rmol news logo Pemberlakuan label depan kemasan (front-of-pack labelling) pada produk pangan olahan dan siap saji efektif membantu konsumen untuk menghindari produk makanan tinggi gula, garam, dan lemak yang dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular.

Demikian disampaikan Project Lead for Food Policy Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Nida Adzilah Auliani, dalam media briefing di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Rabu 14 Mei 2025.

“Sejumlah bukti ilmiah sudah menunjukkan label depan kemasan atau FoPL efektif membantu konsumen," kata Nida.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebenarnya telah memperkenalkan label “Pilihan Lebih Sehat” sejak 2019. Sayangnya, label ini belum mampu secara langsung menunjukkan kadar gula, garam, dan lemak (GGL) dalam produk makanan.

Padahal, kandungan GGL penting diketahui konsumen sehingga dapat mengontrol asupan harian dan mengurangi risiko penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular.

BPOM tahun ini menyederhanakan tiga peraturan yang berkaitan dengan informasi nilai gizi pada pangan olahan menjadi satu aturan.

CISDI mengapresiasi langkah ini sebagai bagian dari upaya memperkuat kebijakan pangan yang lebih mendukung kesehatan masyarakat, dan telah menyampaikan sejumlah masukan konstruktif kepada BPOM.

Namun, sebagian masukan tersebut belum sepenuhnya diakomodasi dalam draf regulasi terbaru. Misalnya, dalam rancangan peraturan tahun ini, BPOM masih memilih untuk menerapkan label “Pilihan Lebih Sehat” secara sukarela.

Sementara itu, rencana pemerintah menerapkan “nutri-level” --label makanan sehat serupa Nutri-Grade di Singapura -- belum didasarkan pada kajian ilmiah yang kuat dan belum melibatkan partisipasi publik secara transparan.

Berbeda dengan label pangan lain, label depan kemasan (FoPL) menyajikan informasi nilai gizi yang lebih sederhana dan mudah dipahami konsumen.

“Sesuai namanya, label peringatan menyediakan informasi zat gizi yang perlu dibatasi seperti gula, garam, dan lemak secara langsung dengan logo hitam dan bertuliskan ‘Tinggi Gula’,‘Tinggi Garam’ atau ’Tinggi Lemak’,” kata Nida.

Menurut Nida, penerapan kebijakan label peringatan depan kemasan secara wajib (mandatory) berpotensi signifikan untuk membalikkan tren peningkatan obesitas, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan penyakit tidak menular lain dalam jangka panjang. Tujuan ini sejalan dengan indikator RPJMN 2025-2029 untuk menurunkan prevalensi obesitas pada penduduk berusia di atas 18 tahun.

“Saat ini, Indonesia menerapkan dua jenis label depan kemasan secara sukarela, yaitu label Pilihan Lebih Sehat dan Guideline Daily Amount (GDA) monokrom. Namun, keberadaan dua sistem ini secara bersamaan justru dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen dan mengurangi efektivitas implementasinya, sesuai dengan rekomendasi FAO, WHO, dan studi di tujuh negara,” kata Nida.

Selain label depan kemasan, pemerintah juga didorong menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

"Pemberlakuan kebijakan yang komprehensif, misalnya kebijakan label depan kemasan, cukai MBDK, dan pembatasan pemasaran produk tinggi GGL, akan lebih efektif untuk mewujudkan lingkungan pangan sehat bagi masyarakat,” kata Nida.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA