Kuasa Hukum:

Pengadilan Tipikor Tidak Berwenang Mengadili Perkara LPEI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Jumat, 15 Agustus 2025, 15:02 WIB
Pengadilan Tipikor Tidak Berwenang Mengadili Perkara LPEI
Suasana sidang perkara pembiayaan ekspor LPEI dengan agenda pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: dokumen pribadi)
rmol news logo Sidang lanjutan perkara pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan agenda pembacaan eksepsi digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.

Perkara ini menjerat tiga terdakwa dari PT Petro Energy yakni Newin Nugroho (direktur utama), Susy Mira Dewi Sugiarta (direktur keuangan) dan Jimmy Masrin (komisaris Utama yang juga presiden direktur PT Caturkarsa Megatunggal).

Dalam persidangan, Soesilo Aribowo selaku kuasa hukum dari Jimmy Masrin, menegaskan bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili kasus, dan perkara seharusnya masuk dalam ranah perdata atau pidana umum dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang lebih tepat untuk menangani.

"Berdasarkan Pasal 43 ayat 2 UU LPEI Nomor 2 Tahun 2009, dan mengacu pada Pasal 14 UU Tipikor, perlu dipahami bahwa kasus korupsi yang dilakukan oleh otoritas dalam LPEI bukan tergolong sebagai tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu, pengadilan Tipikor tidak memiliki wewenang untuk mengadili perkara ini," ujar Soesilo.

Kuasa hukum juga menggaris bawahi bahwa KPK hanya menelusuri perkara hingga tahun 2019. Padahal di tahun yang sama, PT Petro Energy menjalani proses PKPU dan kemudian dinyatakan pailit setelah LPEI, sebagai kreditur terbesar dengan porsi 71 persen, tidak menyetujui restrukturisasi utang.

Setelah putusan pailit, seluruh tanggung jawab termasuk pembayaran utang diambil alih oleh Jimmy Masrin. Sejak saat itu hingga saat ini, pembayaran cicilan utang masih berjalan dengan baik.

"Sejak awal KPK tidak melihat perkara ini secara utuh dari hulu ke hilir. Di hulu, tidak ada bukti bahwa terdakwa Jimmy Masrin mengetahui penggunaan invoice palsu, seperti dalam dakwaan. Bahkan, tuduhan suap yang disebut-sebut dalam opini publik tidak pernah muncul di dalam dakwaan," tambah Soesilo.

Hingga saat ini, pembayaran cicilan utang juga masih berjalan, dan batas waktu pelunasan baru akan jatuh pada 2028. Kondisi ini, menurut penasihat hukum, membuktikan bahwa kerugian negara belum terjadi.

"Belum lagi, total tuduhan kerugian negara dalam dakwaan sama dengantotal kredit awal sebesar USD 22 juta dan Rp600 miliar, tidak memperhitungkan cicilan yangsudah dilakukan sejak 2016. Logikanya selama cicilan terus berjalan, nilai kerugian tidakmungkin sama dengan jumlah kredit di awal," ujar Soesilo.

Ia juga menambahkan, LPEI sendiri memiliki dokumen resmi yang menyatakan cicilan masih berjalan lancar hingga saat ini. Selain itu, eksepsi atau pembelaan juga menyoroti prinsip equal treatment.

“UU Tipikor padadasarnya dibuat untuk menjerat aparatur sipil negara atau penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi. Namun, dalam perkara ini, hingga hari ini belum ada penuntutan ataupun penahanan terhadap pihak internal LPEI yang juga memiliki peran penting dalam proses pembiayaan,” ungkap Soesilo.

Penasihat hukum juga mempertanyakan logika penahanan Jimmy Masrin yang dilakukan pada 20 Maret 2025, sementara hasil audit kerugian negara baru dikeluarkan pada 7 Juli 2025.

Menurutnya, langkah ini bertentangan dengan prinsip pembuktian yang seharusnya mendahului penindakan. Ia juga mengingatkan bahwa jika setiap permasalahan kredit dengan pemerintah dibawa ke Tipikor, hal tersebut bisa memicu kekhawatiran investor dan berdampak negatif padai klim investasi di Indonesia.

"Melihat fakta-fakta di atas, kami menilai Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini dan dakwaan penuntut tidak dapat diterima, sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," tutup Soesilo.
EDITOR: ADE MULYANA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA