Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah mengatakan, pihaknya telah resmi melaporkan dugaan korupsi terkait penyelenggaraan haji tahun 2025 kepada KPK.
"Dari hasil uji gramasi yang kami lakukan dan hasil analisis terhadap dokumen kontrak, kami melaporkan tiga orang di Kementerian Agama. Satu adalah penyelenggara negara, dua lainnya adalah pegawai negeri," kata Wana kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa sore, 5 Agustus 2025.
"Dengan dugaan korupsi sekitar Rp255 miliar, dan juga pungutan atau pemerasan oleh salah satu pegawai negeri sebesar Rp51 miliar," sambungnya.
Namun demikian, Wana enggan membeberkan identitas ketiga orang yang dilaporkan.
Wana menjelaskan, dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan yang pertama adalah terkait dengan masyair atau layanan umum bagi jemaah haji yang mengikuti proses dari Musdalifah, Mina, dan Arafah.
Yang kedua, terkait dengan pengurangan spesifikasi konsumsi yang diberikan kepada jamaah haji.
Terkait dengan persoalan masyair, ICW menemukan adanya dugaan pemilihan penyedia dua perusahaan yang dimiliki satu orang yang sama.
"Jadi dua perusahaan tersebut dimiliki oleh orang yang sama dan alamat yang sama," kata Wana.
Menurut Wana, hal ini melanggar UU 5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
"Ketika ada suatu pasar itu tidak boleh dimonopoli oleh salah satu individu," kata Wana.
Berdasarkan hasil perhitungan ICW, kata Wana, seseorang yang memiliki dua perusahaan tersebut menguasai pasar sekitar 33 persen dari layanan umum dari total jemaah haji sekitar 203 ribu orang.
Lalu terkait dengan pengadaan katering, ICW menemukan tiga persoalan. Pertama, kata Wana, makanan yang diberikan kepada jemaah haji tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/2019 terkait dengan angka kecukupan energi.
"Mengapa kami bisa bilang bahwa dari proses perencanaannya sudah bermasalah? Sebab dalam Permenkes tersebut idealnya secara umum individu itu memerlukan atau membutuhkan kalori sekitar 2.100," kata Wana.
Tapi berdasarkan hasil penghitungan ICW, rata-rata makanan yang diberikan oleh Kementerian Agama melalui penyedia kepada jemaah haji, itu berkisar 1.715 sampai 1.765.
"Artinya apa? Artinya dari proses perencanaan, konsumsi yang diberikan itu tidak sesuai dengan kebutuhan gizi yang diberikan kepada jemaah haji. Itu persoalan pertama," jelas Wana.
Selanjutnya, kata Wana, ICW juga menemukan adanya dugaan pungutuan dari salah satu terlapor yang merupakan pegawai negeri terhadap penyedia makanan.
"Pemberian konsumsi atau harga konsumsi yang dialokasikan oleh pemerintah, itu totalnya 40 riyal atau sekitar kalau dikalkulasi 1 riyal itu sekitar Rp4.000, maka satu konsumsi pagi, siang, malam itu sekitar Rp200.000. Lalu kemudian dari setiap makanan itu terdapat dugaan pungutan sebesar 0,8 SAR atau 0,8 riyal," kata Wana.
"Sehingga berdasarkan hasil penghitungan kami, ketika adanya pungutan, dugaan pungutan yang dilakukan oleh pegawai negeri, maka terlapor yang kami laporkan kepada KPK itu mendapatkan keuntungan sekitar Rp50 miliar," sambung Wana.
Kemudian, kata Wana, ICW juga menemukan adanya pengurangan spesifikasi makanan yang diterima jemaah haji.
Berdasarkan hasil penghitungan ICW, ada dugaan pengurangan spesifikasi makanan itu sekitar 4 riyal. Yang mana jika dikalkulasi ke rupiah, maka potensi kerugian negara terhadap pengurangan spesifikasi konsumsi itu sekitar Rp255 miliar.
Temuan itu, kata Wana, juga sama dengan temuan dari Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR yang menemukan adanya pengurangan spesifikasi kontrak atau spesifikasi konsumsi dari kontrak yang telah ditetapkan.
"Ini makan pagi, ada nasi, ada terong, dan juga ada telur. Telurnya pun juga sangat minim. Untuk nasi, dilampiran kontrak 150 gram. Untuk lauk, yang mana di sini adalah telur, itu seharusnya 80 gram. Untuk sayur, ini terong, itu seharusnya 75 gram. Ketika kami melakukan uji gramasi sebelumnya, itu terlihat bahwa gambar ini itu tidak sesuai dengan kontrak yang ditetapkan antara Kementerian Agama dan juga penyedia," tutur Wana.
Untuk itu, ICW berharap agar KPK menindaklanjuti seluruh informasi dan analisis yang sudah dilaporkan. Harapannya, penyelenggaraan haji ke depannya dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan dokumen kontrak.
"Dan tidak menutup kemungkinan juga orang-orang yang perlu ditelusuri oleh KPK di luar dari nama-nama yang kami adukan hari ini. Karena nama-nama yang kami adukan hari ini itu memang nama-nama yang punya kewenangan atau peran ya di penyelenggaraan haji, khususnya pelayanan umum dan pengadaan katering," pungkas Wana.
BERITA TERKAIT: