Gugatan pailit ini dilayangkan menyusul utang yang dialami oleh PT BRW yang mencapai triliunan rupiah. Sebagai upaya restrukturisasi utang, PT BRW mencapai kesepakatan homologasi berdasarkan Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diterbitkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Februari 2021.
Dalam putusan tersebut, PT BRW diperintahkan untuk melunasi utangnya kepada para kreditor separatis (utang bank) dan kreditor lainnya dengan cara menjual aset-asetnya dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan berlaku.
Sementara itu persidangan gugatan pailit kepada PT BRW saat ini telah dilakukan sejak Rabu, 16 April 2025, dengan menyidangkan perkara perdana atas nama pemohon Ryo Okawa (Perkara No. 22).
Lalu lima perkara selanjutnya digelar pada Kamis 17 April 2025. Lima perkara tersebut diajukan oleh Lily Bintoro, yang juga merupakan salah satu pemegang saham PT BRW dan PT Bhumi Cahaya Mulia dengan berkas perkara No. 18, CV Dwi Putu Kassirano (Perkara No. 19), Simon Chang (Perkara No. 20), PT Pilar Garba Inti 9 (Perkara No. 21), serta PT Tata Mulia Nusantara Indah, PT Karya Intertek Kencana (Perkara 22), dan PT Karya Makmur Integra (Perkara No. 23).
"Sebagai pihak yang sedang berperkara kami selalu berusaha untuk patuh dan taat terhadap proses hukum yang dijalani saat ini. Sejauh ini kami sudah berusaha menjalankan proses homologasi PKPU agar bisa terlaksana dengan baik sudah kami jalani," kata legal internal PT BRW, Rahmaddiar Ibrahim, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 17 April 2025.
Pengajuan pembatalan perdamaian ini, di antaranya diajukan Lily Bintoro selaku salah satu pemegang saham PT BRW, berkaitan dengan terkendalanya pemenuhan putusan homologasi yang diterbitkan PN Jakarta Pusat pada Februari 2021 atas upaya restrukturisasi utang PT BRW.
Putusan homologasi itu telah memerintahkan PT BRW untuk melunasi utangnya kepada para kreditor separatis (utang bank) dan kreditor lainnya dengan cara menjual aset-asetnya dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan berlaku. Putusan homologasi itu terjadi setelah menjalani proses persidangan PKPU dengan pemohonnya yaitu yang diajukan oleh PT Inovasi Cahaya Teknologi Abadi, serta kreditor-kreditor lain bernama PT Citra Surya Mandala dan PT Bhumi Cahaya Mulia.
Rahmaddiar menjelaskan, setelah diterbitkannya putusan homologasi, PT BRW selanjutnya melakukan perubahan struktur kepengurusan. Di mana Triono Juliarso Dawis menggantikan Saiman Ernawan sebagai Direktur Utama PT BRW pada 2021. Di bawah kepemimpinan Triono Juliarso Dawis, pihak PT BRW berkomitmen untuk terus melakukan kewajiban pembayaran kepada para kreditur dalam rangka mematuhi perintah putusan homologasi.
“Demi memenuhi perintah pengadilan, PT BRW telah menjual beberapa aset tanah dan bangunan. Proses penjualannya saat itu dilakukan pada masa Covid-19, di mana permintaan properti sedang menurun dan daya beli masyarakat sedang melemah,” jelasnya.
Ia menyadari penjualan aset pada masa itu dilakukan karena adanya itikad perusahaan untuk melakukan pembayaran utang kepada para kreditor PT BRW sesuai prosedur yang berlaku dengan harga wajar pada saat itu.
“Dalam hal ini kami tetap berpedoman pada penilaian KJPP/appraisal, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Putusan Homologasi, serta sudah melalui banyak penawaran dari berbagai calon pembeli,” imbuhnya.
Penjualan Aset Mendapat RintanganNamun demikian, Rahmaddiar menuturkan, upaya PT BRW melakukan penjualan aset tanah dan bangunan dalam rangka melakukan pembayaran utang kepada para kreditornya selalu mendapat halangan atau rintangan yang dibuat oleh Saiman Ernawan, salah satu pemegang saham PT BRW.
Saiman mengaku memiliki tagihan kepada PT BRW sebesar kurang lebih Rp1,3 triliun, serta pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT BRW sampai dengan 2021, sebelum akhirnya digantikan oleh Triono Juliarso Dawis.
Pada 2024, Saiman Ernawan mengajukan gugatan perdata kepada PT BRW di Pengadilan Negeri Denpasar serta mengajukan permohonan pemblokiran terhadap aset tanah dan bangunan milik PT BRW. Konsekuensinya, kata Rahmaddiar, hal itu menyebabkan PT BRW tidak dapat melakukan penjualan aset tanah dan bangunan yang diperlukan.
“Putusan Homologasi mengatur bahwa apabila aset-aset PT BRW tidak terjual pada jangka waktu lima tahun untuk melunasi seluruh utang PT BRW kepada para kreditornya, maka PT BRW diwajibkan untuk tetap melunasi seluruh utangnya kepada para kreditornya dengan menggunakan sumber-sumber dana lainnya. Tapi dengan kondisi saat ini, akan sulit bagi PT BRW untuk melanjutkan menjual asetnya dalam rangka melunasi utang-utangnya kepada para kreditur sesuai dengan perintah putusan homologasi,” papar Rahmaddiar.
Lebih lanjut Rahmaddiar mengatakan, melalui gugatan perdata yang didaftarkan pada PN Denpasar, Saiman Ernawan telah menuding bahwa penjualan sejumlah aset lahan PT BRW dilakukan dengan cara dan harga yang tidak wajar. Namun dia menegaskan bahwa manajemen PT BRW telah melalui semua prosedural sesuai aturan yang berlaku.
Dia juga menceritakan pada 22 Agustus 2022, PT BRW telah melakukan penandatanganan Keputusan Sirkuler Pemegang Saham PT Bali Ragawisata sebagai pengganti Rapat Umum Pemegang Saham. Berdasarkan keputusan sirkuler tersebut, dijelaskan bahwa penjualan seluruh aset PT BRW telah diberikan persetujuan juga oleh Saiman Ernawan dan para pemegang saham lainnya.
"Jadi sangat tidak benar jika kami melakukan penjualan aset secara sepihak,” tegas Rahmaddiar.
“Sekali lagi kami hanya berusaha taat dan patuh terhadap hukum. Biarkan proses hukum berjalan dan mari kita tunggu saja hasilnya. Kami percaya proses hukum yang ini akan adil dan akan mengungkap siapa pihak yang sebenarnya mencoba mengail di air keruh dari proyek yang mangkrak selama bertahun-tahun itu dan sudah merugikan PT BRW dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan,” ujar Rahmaddiar.
Selanjutnya sebagai warga negara dan badan hukum yang taat juga tunduk pada hukum di Indonesia, Rahmaddiar mengatakan bahwa PT BRW juga telah membuat laporan polisi terhadap Saiman Ernawan dkk terkait dugaan tindak pidana rekayasa PKPU yang menimpa PT BRW.
“Laporan ke Bareskrim Polri ini terkait adanya temuan kejanggalan dugaan rekayasa fakta PKPU yang diduga dilakukan oleh Saiman Ernawan dkk dan yang telah merugikan PT BRW sehingga mengharuskan PT BRW menjual aset-asetnya berdasarkan Putusan Homologasi. Kita tidak akan segan-segan mengambil segala upaya hukum yang ada demi membuat terang permasalahan ini dan membongkar segala praktik rekayasa PKPU yang melibatkan siapapun,” demikian Rahmaddiar.
BERITA TERKAIT: