Pemilik BJU Grup Dipanggil KPK terkait Kasus Korupsi LPEI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 16 April 2025, 12:17 WIB
Pemilik BJU Grup Dipanggil KPK terkait Kasus Korupsi LPEI
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Ist
rmol news logo Pemilik BJU Grup hingga mantan petinggi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.

Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, hari ini, Rabu, 16 April 2025, tim penyidik memanggil 3 orang sebagai saksi.

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Tessa kepada wartawan, Rabu 16 April 2025.

Ketiga orang saksi yang dipanggil adalah Irvansyah Setiadi selaku mantan Relationship Manager LPEI, Nandang Suganda selaku Direktur Utama PT Graha Cipta Bangko Jaya, dan Hendarto selaku pemilik BJU Grup.

Dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada PT Petro Energy (PE), KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana 1 LPEI, Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana 4 LPEI, Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE, Newin Nugroho  selaku Direktur Utama PT PE, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur Keuangan PT PE.

KPK baru menahan tiga orang tersangka, yakni Newin Nugroho pada 13 Maret 2025, serta Jimmy Masrin dan Susy Mira Dewi Sugiarta ditahan pada 20 Maret 2025.

KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

Selain itu, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

Selanjutnya, PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. PT PE juga melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK). PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.

Jumlah kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar 18.070.000 dolar AS dan Rp549.144.535.027 (Rp549 miliar).

Dalam perkembangannya, KPK telah menyita 24 aset senilai Rp882.546.180.000, terdiri dari 22 aset di Jabodetabek, dan dua aset di Surabaya.

Sejak Maret 2024, KPK telah melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur, termasuk kepada PT PE. 

Adapun total kredit yang diberikan dan juga menjadi potensi kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut adalah kurang lebih Rp11,7 triliun.rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA