Kepala Kejati Jabar, Ade T. Sutiawarman mengatakan, penyerahan restitusi tersebut sesuai dengan surat rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) nomor: R-1562/4.1.ip/Lpsk/03/2024 tanggal 08 Maret 2024.
Beerikutnya putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cikarang Nomor 501/Pid.Sus/2023/Pn.Ckr tanggal 05 April 2024 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada 24 orang korban yang mendapatkan restitusi.
"Perdagangan orang merupakan bentuk perbudakan manusia secara modern. Perdagangan orang termasuk salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia," kata Ade di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, Rabu (29/5).
Menurut Ade, maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang sedang berkembang lainnya telah menjadi perhatian masyarakat internasional, dan anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) memiliki dampak negatif yang merugikan bagi korban, melibatkan konsekuensi yang bersifat fisik, psikis, dan sosial ekonomi," kata Ade.
Korban TPPO, kata dia, seringkali mengalami trauma fisik akibat kekerasan atau eksploitasi yang mereka alami. Secara psikologis, para korban dapat mengalami gangguan mental, kecemasan, dan stres pasca-trauma yang signifikan.
"Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu memulihkan korban TPPO adalah melalui mekanisme restitusi," demikian Ade dikutip dari
Kantor Berita RMOLJabar.
BERITA TERKAIT: