Sidang kali ini dengan agenda mendengar keterangan saksi dari konsultan PT Bahana Securities RE Rudy Widjanarka dan Ir. Rudi Muhamad Safrudin dari KJPP RSR.
Konsultan PT Bahana Securities RE Rudy Widjanarka menjelaskan awal mula kerja sama PT BA dan Bahana adalah melaksanakan pekerjaan konsultan untuk pendukung dan melakukan due diligence terbatas yaitu financial, pajak maupun legal.
Menurut Rudy, Bahana terlibat dalam proses pekerjaan konsultan adalah dengan mengajukan proposal yang sebelumnya ada surat dari PT BA dan pada akhirnya Bahana ditunjuk sebagai pemenang.
"Awal mula kami kerja sama dengan PT BA dalam pelaksanaan pekerjaan konsultan untuk mendukung dan melakukan due diligence terbatas yaitu financial, pajak maupun legal dalam proses akuisisi PT SBS. Kami disurati oleh PT BA untuk ikut dalam proses lelang sebagai konsultan akuisisi PT SBS kemudian Bahana mengajukan proposal dan pada akhirnya Bahana sebagai pemenang" terang Rudy.
Kajian yang dilakukan oleh PT Bahana menurut Rudy adalah kajian kelayakan investasi dan proses akuisisi PT SBS oleh PT BMI atas permintaan PT BA. Rudy mengatakan equitas PT SBS pada saat akuisisi adalah negatif tetapi tetap layak untuk diakuisisi.
"Dalam proses akusisi equitas PT SBS negatif tetapi dalam kajian kami layak untuk diakuisisi," ucap Rudy.
Dia menilai dalam proses akuisisi, PT BA menyediakan dana sebesar Rp 48 miliar untuk suntikan modal yang digunakan sebagai revitalisasi peralatan PT SBS. Sementara itu, untuk saksi kedua yang dihadirkan Rudi Muhamad Safrudin dari KJPP RSR mengatakan KJPP RSR hanya melakukan kajian tetapi tidak memberikan rekomendasi.
"Kami hanya melakukan kajian dan penilaian aset tetapi tidak memberikan rekomendasi soal akuisis PT SBS," tegas Rudi.
Sementara itu Penasehat Hukum kelima terdakwa, Gunadi Wibakso menilai jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) keliru ketika menyamai apa yang dilakukan oleh PT BA Tbk sebagai akuisisi murni. Gunadi menjelaskan anggapan kepemilikan saham 95 persen yang dipegang PT BMI akan menjadi PT BA.
"Jaksa penuntut umum belum paham akuisisi dan investasi, yang dilakukan PT BA adalah investasi yang wujudnya adalah akuisisi. Kami jelaskan bahwa akuisisi pasti investasi tapi investasi belum tentu akuisisi," jelasnya.
"Yang benar adalah pada waktu akuisisi komposisi sahamnya adalah 95 persen milik PT BMI dan 5 persen milik PT TISE. Dalam perjalanan bisnis ke depan karena kondisi PT SBS semakin baik, maka PT BMI berkehendak untuk menguasai sepenuhnya menguasai 100 persen saham. Oleh karena itu dibeli saham PT Tise dibeli PT BA 5 persen dengan valuasi saham yang dilakukan konsultan," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, mantan Panglima TNI Laksamana (Purn) Agus Suhartono yang juga mantan Komisaris PT Bukit Asam mengatakan bahwa hutang yang ditinggalkan perusahaan setelah dilakukan akuisisi. Pada saat sidang berlanjut, saksi juga membenarkan bahwa dalam proses akuisisi PT SBS telah dilakukannya kajian dan persetujuan direksi.
"Hutang itu ditanggung oleh perusahaan setelah di akuisisi. Akuisisi PT SBS dilakukan itu berawal dari adanya surat dari direksi tentang rencana akuisisi mengenai jasa penambangan, kemudian dilakukan kajian dari aspek-aspek legal dan juga telah dilakukan evaluasi," jelasnya.
Mereka adalah mantan Dirut Utama PT Bukit Asam Tbk periode tahun 2011-2016 Milawarma, Wakil Ketua Saham Akuisisi Saham PT SBS Nurtima Tobing, Eks Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk Anang Dri Prasetya, Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Saiful Islam, dan Pemilik PT Satria Bahana Sarana (SBS) Tjahyono Imawan.
"Ya ini bisa kita jadikan pelajaran untuk kita semua agar kita bisa mawas diri bahwa tidak semua berpandangan sama terhadap apa yang dilakukan oleh perusahaan. Harapannya untuk kelima terdakwa tidak bersalah, karena mereka tidak melanggar aturan," harapnya.
BERITA TERKAIT: