Kepastian itu diungkapkan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, saat ditanya perkembangan proses penyelidikan dugaan suap DJKA yang menjerat Suryo.
Ghufron mengakui, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sudah dua kali menyampaikan laporan kepada pimpinan KPK dan pejabat struktural KPK terkait keterlibatan Suryo di kasus DJKA.
"Jadi pimpinan menerima dua kali laporan (dari JPU)," kata Ghufron kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin malam (13/11).
Namun, kata dia, nama Suryo juga terseret beberapa perkara lain yang saat ini masih dalam proses penyelidikan. Namun Ghufron tidak merinci perkara apa saja.
"Karena memang atas nama ini (Suryo) masih disebut juga di beberapa perkara yang lain, prosesnya masih sedang kami lakukan penyelidikan. Jadi memang benar saudara JPU telah menyampaikan perkembangan persidangan," pungkas Ghufron.
Sebelumnya, Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, mengatakan, nama Suryo sudah terungkap di dalam surat dakwaan Bernard Hasibuan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Wilayah Jawa Bagian Tengah, dan terdakwa Putu Sumarjaya selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 wilayah Jawa Bagian Tengah sekaligus selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Bahkan nama Suryo juga sudah terungkap di persidangan, bahwa dia mendapatkan sleeping fee sebesar Rp9,5 miliar.
"Itu memang sudah disebutkan dalam surat dakwaan, dan teman-teman juga sudah tau. Perkaranya masih proses," kata Ali kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (8/11).
Dia memastikan Jaksa KPK akan menyampaikan perkembangan penuntutan kepada struktural di KPK, baik di hadapan pimpinan, Deputi Penindakan dan Eksekusi, Direktur Penyidikan, Direktur Penyelidikan, maupun di hadapan tim penyelidik dan penyidik.
"Nanti fakta-fakta itu akan diuraikan, apakah ada keterlibatan pihak lain. Analisis dari tim Jaksa yang akan diekspos di seluruh struktural, di seluruh tim penyelidik, penyidik dan jaksa itu sendiri, untuk memastikan apakah ada keterlibatan pihak lain termasuk yang sudah disebutkan tadi," pungkas Ali.
Berdasar informasi yang diperoleh redaksi, penetapan Suryo sebagai tersangka tinggal selangkah lagi. Jaksa KPK sudah menggelar ekspose atau gelar perkara di hadapan struktural KPK. Dari ekspose itu, sudah diusulkan naik ke tahap penyidikan dengan tersangka Suryo.
Namun demikian, lanjutan ekspose masih ada kendala, karena adanya satu orang pimpinan yang sedang sakit. Bahkan, lanjutan ekspose sudah tertunda hingga empat kali.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan, pihaknya tidak akan mengabaikan fakta-fakta hukum yang terungkap, baik di persidangan maupun di proses penyidikan.
Bahkan Johanis mengakui tidak akan terpengaruh ketika seseorang yang diduga terlibat tindak pidana korupsi memiliki beking.
Surat DakwaanNama Suryo muncul dalam surat dakwaan terdakwa Bernard Hasibuan dan terdakwa Putu Sumarjaya yang telah dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Semarang, Kamis (14/9).
Dalam surat dakwaan, Suryo menerima uang sebesar Rp9,5 miliar sebagai sleeping fee terkait paket pekerjaan pembangunan Jalur Ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso KM 96+400 sampai dengan KM 104+900 (JGSS-06) dengan anggaran sebesar Rp164,5 miliar.
Sebelum namanya muncul di surat dakwaan, Suryo juga telah diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi C1 KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa (11/7).
Putusan Dewas KPKNama Suryo pun juga muncul pada hasil pemeriksaan dugaan pembocoran dokumen penyelidikan KPK di Kementerian ESDM yang dilakukan Dewas KPK pada Senin (19/6).
Menurut Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, Suryo adalah orang yang menyerahkan dokumen yang terdiri dari tiga lembar kertas yang di dalamnya tercantum nama sejumlah pihak di Kementerian ESDM dan perusahaan pemilik izin ekspor produk pertambangan hasil pengolahan minerba. Konon, dokumen inilah yang menjadi bukti adanya suap dalam pengurusan izin.
Tiga lembar kertas itu diserahkan Suryo kepada Kepala Biro Hukum yang juga Plh Dirjen Minerba ESDM, Idris Sihite, di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta.
Awalnya, saat ditanya penyidik yang melakukan penggeledahan di ruang kerjanya, Idris Sihite mengatakan mendapatkan dokumen itu dari mantan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Irjen Karyoto, yang kini menjabat Kapolda Metro Jaya.
Setelah dicecar, Idris Sihite mengubah keterangan dan mengatakan bahwa dia mendapat dari Menteri ESDM, Arifin Tasrif, yang mendapat dari Ketua KPK, Firli Bahuri.
Namun saat diperiksa Dewas KPK, Idris Sihite, mengaku sengaja membawa-bawa nama Menteri ESDM dan Ketua KPK agar penyelidik yang tengah melakukan operasi tangkap tangan tidak terus mencecarnya.
Dari informasi yang berkembang, Suryo merupakan Komisaris PT Surya Karya Setiabudi (SKS) yang terlibat kasus pertambangan pasir ilegal di Sungai Bebeng, Magelang, Jawa Tengah, pada 2016. Hubungan Karyoto dan Suryo sudah berlangsung sejak lama, sejak Karyoto belum bertugas di Gedung Merah Putih sebagai Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK.
Karyoto tidak sungkan menegur keras pejabat Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak yang berani menegur PT SKS dan meminta perusahaan itu berhenti melakukan aktivitas pertambangan.
Fakta lainnya juga mengungkap, bahwa Suryo terkait kasus suap pemberian IMB yang menjerat mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti.
BERITA TERKAIT: