Pertama, Teddy dinilai jaksa telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis shabu.
Kedua, Teddy merupakan Anggota Kepolisan RI dengan jabatan Kapolda Sumatera Barat dimana sebagai seorang penegak hukum terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda seharusnya Teddy menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika.
"Namun, terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap Narkotika sehingga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung sebagai Kapolda dan tidak mencerminkan sebagai seorang Aparat Penegak Hukum (APH) yang baik dan mengayomi masyarakat," kata salah satu jaksa di ruang sidang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3).
Selanjutnya, perbuatan Teddy telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia serta merusak nama baik Institusi Kepolisian Republik Indonesia.
Parahhya lagi, Jaksa menyebut Teddy tidak mengakui perbuatannya, menyangkal dari perbuatannya serta berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Hal yang memberatkan berikutnya Jaksa menilai Teddy telah mengkhianati Presiden Joko Widodo.
"Perbuatan Terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika," kata Jaksa.
Jaksa pun menyebut Teddy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika. Dalam kesempatan ini, Jaksa menyebut tidak ada hal meringankan terhadap Teddy.
Irjen Teddy Minahasa sebelumnya, dituntut pidana mati dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu.
Jaksa menilai, Teddy terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah dalam menyuruh, melakukan, dan turut serta secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 gram, sesuai dakwaan alternatif pertama bersama-sama dengan saksi Dody Prawiranegara dan saksi Linda Pudjiastuti.
BERITA TERKAIT: