Yohanes terpaksa menempuh jalur hukum lantaran lima mahasiswa yang sudah diwisuda secara virtual, padahal mereka belum mendapat nilai pada mata kuliah yang diajarkannya.
"Saya melihat ada wisuda secara online dan ada beberapa mahasiswa yang mata kuliah saya itu belum saya berikan, atau tidak saya berikan nilai kepada beberapa mahasiswa tersebut," kata Yohanes kepada wartawan, Minggu (13/2).
Yohanes menyatakan dirinya bersama tim kuasa hukum sudah berupaya meminta klarifikasi kepada lima mahasiswa dan Pimpinan Kampus STT Ekumene. Namun, undangan klarifikasi itu tidak dihadiri.
Laporan Yohanes terkait lima mahasiswanya itu diterima dengan nomor STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2021. Terdapat sejumlah pasal yang dipakai dalam laporan ini.
Antara lain Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 28 ayat (6) dan ayat (7) dan atau Pasal 42 ayat (4) juncto Pasal 93 UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Sampai saat ini laporan tersebut masih dalam proses penyelidikan dan belum ada tersangka. Yohanes menyatakan pihaknya masih terbuka untuk menyelesaikan kasus ini secara damai atau tanpa proses hukum.
"Apabila dari mahasiswa atau Pimpinan STT mau bertemu dan memperbaiki, jika memang benar ada hal tidak tepat, tentu saya mau. Artinya, saya punya dan mau diselesaikan secara baik, tidak harus melalui hukum. Apabila memang belum berhak untuk lulus, maka mahasiswa tadi jangan diluluskan dulu," katanya.
Di sisi lain, kuasa hukum dari salah satu Pihak STT Ekumene, Marlas Hutasoit menyampaikan bahwa laporan ini masih dalam proses penyelidikan. Marlas menyebut sudah ada pihak STT Ekumene yang diklarifikasi atas laporan tersebut.
"Untuk keperluan klarifikasi, pihak STT Ekumene telah diperiksa dalam rangka memberikan klarifikasi di Penyelidik Polda Metro Jaya," kata Marlas.
BERITA TERKAIT: