Pimpinan KPK Perintahkan Deputi Penindakan Supervisi Kasus Djoko Tjandra Dan Jaksa Pinangki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 04 September 2020, 18:27 WIB
Pimpinan KPK Perintahkan Deputi Penindakan Supervisi Kasus Djoko Tjandra Dan Jaksa Pinangki
Lima pimpinan KPK/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera mengambil alih penanganan perkara Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri, sesuai dengan persyaratan hukum yang ada.

Wakil Ketua KPK, Alex Marwata mengatakan, lima pimpinan KPK telah menyepakati beberapa hal terkait kasus tersebut berdasarkan langkah proporsional dan profesional sesuai aturan.

"Kami lima pimpinan KPK satu sikap terkait penanganan perkara Djoko Chandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditangani Kejaksaan dan Polri. Pimpinan KPK segera memerintahkan Deputi Penindakan KPK untuk melakukan supervisi atas penanganan perkara tersebut sebagaimana Pasal 6 huruf d dan Pasal 10 UU 19/2019," ujar Alex Marwata saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/9).

Pimpinan KPK segera mengambil keputusan terkait penanganan perkara dimaksud setelah mendapatkan hasil supervisi dan gelar perkara sebagaimana Pasal 10 A UU 19/2019.

"Pengambilalihan penanganan korupsi dari kepolisian atau kejaksaan diatur dalam Pasal 10A UU 19/2019 tentang KPK," kata Alex.

Alex pun menjelaskan syarat-syarat suatu perkara bisa diambil alih KPK.

Syarat tersebut telah diatur dalam Pasal 10A Ayat 2 UU 19/2019 yang berbunyi "Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh KPK dengan beberapa alasan.

Pertama, laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti; kedua, proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

Ketiga, penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya; Keempat, penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi.

Kelima, hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau kelima, keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA