Pada 30 Desember 2019, Kejaksaan Agung telah mengirimkan Surat Permintaan kepada BPK untuk melakukan perhitungan kerugian negara dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (AJS). Permintaan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemaparan oleh pihak Kejagung kepada BPK.
"Dari hasil pemaparan tersebut BPK menyimpulkan terjadi penyimpangan, atau perbuatan melawan hukum dari pengumpulan dana dari produk Saving Plan, maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara," kata Ketua BPK, Agung Firman Sampurna di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (9/1).
Namun nilai kerugian negara yang nyata dan pasti, baru dapat ditentukan setelah BPK melakukan investigasi lebih lanjut. Agung menegaskan, untuk dapat menentukan kerugian negara pihaknya butuh waktu.
Agung mengatakan, BPK saat ini terus bekerja sama dengan pihak Kejagung untuk dapat menghitung nilai kerugian negara dalam kasus tersebut. Diharapkan bisa selesai dalam waktu dua bulan.
"Selain melakukan penghitungan kerugian negara, BPK juga mulai melakukan pemeriksaan investigatif kepada PT AJS. Jadi ada dua ya, auditnya tetap berjalan, dan kemudian yang satu langsung kepada aspek penegakan hukum yang sekarang lagi ditangani oleh kejaksaan," tuturnya.
Tujuan pemeriksaan investigatif adalah untuk mengungkap adanya ketidakpatuhan yang berindikasi kecurangan atau fraud, serta indikasi kerugian negara dan/atau unsur pidana dalam pengelolaan PT Asuransi Jiwasraya.
Ruang lingkup pemeriksaan adalah seluruh kegiatan di PT AJS, yang meliputi kegiatan jasa asuransi, investasi, dan kegiatan operasional lain. Selain itu BPK juga melakukan pemeriksaan atas pengawasan oleh OJK, pembinaan dan pengawasan oleh Komisaris dan Kementerian BUMN, serta pemeriksaan oleh akuntan publik.
"Secara singkat, dapat kami sampaikan bahwa skala kasus Jiwasraya ini sangat besar. Bahkan saya katakan gigantic, sehingga memiliki risiko sistemik," tandasnya.
BERITA TERKAIT: