Saksi Dicecar Soal Kode "Manten" & "King Kong"

Kasus Suap Wali Kota Pasuruan

Rabu, 20 Maret 2019, 09:20 WIB
Saksi Dicecar Soal Kode "Manten" & "King Kong"
Foto/Net
rmol news logo Jaksa KPK mengorek sejum­lah kode yang digunakan dalam pembicaraan mengenai peng­aturan proyek Pemkot Pasuruan. Di antaranya, "manten" dan "King Kong".

Mahfudi Hidayat, saksi sidang perkara Wali Kota Pasuruan Setyono di Pengadilan Tipikor Surabaya, menjelaskan arti kode-kode itu. Kode "manten" artinya pemenang proyek.

Sedangkan "King Kong" merupakan sebutan untuk Haji Yunus. Pengusaha yang kerap menggarap proyek Pemkot Pasuruan.

"Pernah tidak calon ëmantení kemudian ternyata gagal," tanya Jaksa Kiki Ahmad Yani. "Iya pernah," jawab Mahfudi.

"Pernah dihubungi Edy Trisulo Yudho (adik Wali Kota)?" cecar Kiki. Mahfudi terdiam.

Jaksa KPK mengungkapkan Edy telah dihadirkan sebagai saksi pada sidang sebelumnya. Dalam kesaksiannya, Edy per­nah komplain kepada Pelaksana Harian Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Dwi Fitri Nurcahyo lan­taran jatah proyeknya diberikan kepada "King Kong".

Edy pun menyebut "King Kong" adalah Haji Yunus. Kepada Mahfudi, jaksa juga mengonfirmasi hal yang sama. "Siapa yang dimaksud Kingkong itu?" tanya Kiki. Mahfudi pun menjawab seperti Edy.

Dalam perkara ini, Wali Kota Pasuruan Setyono ditetapkan sebagai tersangka suap pengadaan Pemkot Pasuruan tahun ang­garan 2018

KPK juga menyematkan statussama kepada Plh Kepala Dinas PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahya (DFN), Staff Keluarahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto (WTH), dan Muhamad Baqir (MB) dari pihak swasta.

Setiyono diduga menerima suap dari pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) Kota Pasuruan.

Setiyono juga disangka mengatur proyek-proyek Pemkot Pasuruan melalui tiga orang dekatnya. Pemenang proyek dimintai fee beragam.

Untuk proyek pembangunan PLUT-KUMKM, pemenang tender dimintai fee 10 persen. Sedangkan proyek lainnya berkisar 5 hingga 7 persen.

Pemberian fee proyek PLUT-KUMKM diberikan bertahap. Pada 24 Agustus 2018, Baqir mentransfer 20 juta atau 1 persen untuk Pokja sebagai tanda jadi ke Wahyu.

Setelah itu, pada 4 September 2018, CV M milik Baqir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 2.210.266.000.

Tiga hari setelah itu penetapan pemenang, Baqir menyetorkanuang tunai kepada Setiyono melalui perantaranya sebesar 5 persen atau kurang lebih Rp 115 juta. Sisa komitmen fee 5 persen lagi akan diberikan setelah uang muka atau termin pertama proyek cair.

Sebagai pemberi suap, M Baqir disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Setyono, Dwi dan Wahyu sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA