Putusan yang akan dibacakan pada tanggal 30 Oktober 2018 tersebut juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum.
"Kami berharap agar perkara ini dapat mengetuk hati penegak Hukum di PN Jaksel dan Direksi PT Jakarta Setiabudi International TBK untuk memperhatikan dan memberi keadilan menurut Hukum yang sudah di atur Negara Republik Indonesia," kata Pengacara PT Leading 8 Mansion Rizkiyadi Darmowiyoto saat dikonfirmasi, Kamis (25/10).
Menurutnya, gugatan atas kerugian penghuni hunian vertikal Sky Garden Kuningan itu dilayangkan lantaran pihaknya merasa dirugikan akibat keteledoran Apartemen Sky Garden sendiri.
Rizki menyatakan, pihaknya telah melaksanakan seluruh kewajiban dan tanggungjawab selaku pembeli yang telah beritikad baik. Namun, sayang akibat kesalahan mereka penghuni yang dirugikan.
Berdasarkan Surat Pesanan dan lampiran jadwal pembayaran dari Setiabudi Sky Garden, pihaknya sebagai pembeli sudah melunasi sebelum jadwal pembayaran.
Saat PPJB di November 2015, ukuran unit 10.9 persen (8 sqm) lebih kecil dari Surat Pesanan yang sudah di tanda tangani Developer, yaitu dari luas Nett 73sqm menjadi 65sqm.
Sebagai korban wanprestasi developer, notaris yang mewakili proses PPJB setuju untuk tidak tanda tangan PPJB yang ukuran nya tidak sesuai Surat Pesanan. Selanjutnya Setiabudi Sky Garden secara sepihak membatalkan Surat Pesanan.
Menurut Rizki, korban wanprestasi Setiabudi Sky Garden sudah memohon penyelesaian secara kekeluargaan dari Januari 2016.
Namun tanggapan Setiabudi Sky Garden hanya salah ketik dan tidak bersedia bertanggung jawab atas wanprestasi yang tidak sesuai hukum dan undang-undang.
"Selain dibatalkan sepihak, kami pun dituntut untuk membayar biaya pengelolaan, air, listrik dan sinking fund padahal unit apartemen yang dimintakan biaya tersebut belum diserah terimakan kepada kami. Hal ini jelas melanggar Pasal 57 ayat 2 UU Sarusun yang menyatakan bahwa biaya pengelolaan hanya dapat dibebankan kepada pemilik dan/atau penghuni. Pasal 5 ayat 4 butir 1 Kemenpera 11 Tahun 1994 juga menegaskan bahwa tanggung jawab pemesan/pembeli hanya sebatas biaya akta yang diperlukan untuk pembelian Sarusun," jelas Rizki.
Dikatakan Rizki, pihaknya telah memperjuangkan persoalan ini selama tiga tahun. Di sinilah pentingnya fungsi negara untuk melindungi para korban yang sudah dirugikan moril dan materilnya.
"Kami menuntut keadilan dan kepastian hukum dari Negara karena kami telah mendapatkan ketidakadilan sebelumnya," ujarnya.
Perkara keteledoran berupa salah ketik yang dilakukan Sky Garden sehingga menyebabkan perbedaan luas unit di Surat Pesanan dan PPJB ini dinyatakan bukan ranah pidana.
"Ketentuan Pasal 110 Jo. Pasal 117 UU Sarusun jelas mengatur bahwa setiap developer dapat dikenakan hukuman pidana, dicabut izin usaha dan status badan hukumnya serta denda sampai Rp12 miliar jika membuat PPJB tidak sesuai dengan yang dipasarkan atau yang dijanjikan kepada pemesan sesuai Pasal 43 ayat 2 Jo. Pasal 98 UU Sarusun," pungkas Rizki.
[nes]
BERITA TERKAIT: