Saiful Mujani: MK Jangan Melanggar Konstitusi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 25 Juli 2018, 18:45 WIB
Saiful Mujani: MK Jangan Melanggar Konstitusi
Foto/Net
rmol news logo Mahkamah Konstitusi berwenang meninjau undang-undang dan aturan di bawah konstitusi. Kriteria penilaiannya adalah konstitusi itu sendiri.

Karena itu, MK tak berwenang menilai Konstitusi yang secara jelas mengatakan presiden dan wakil presiden hanya boleh dijabat maksimal dua kali.

"Kalau MK membolehkan presiden dan Wapres menjabat lebih dari dua kali maka MK melanggar Konstitusi. Sumber pelanggaran yang mungkin apa. Jangan sampai kasus ketua MK sebelumnya Akil Muchtar yang dijebloskan ke penjara seumur hidup menimpa anggota MK sekarang," jelas pengamat hukum Saiful Mujani kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/7).

Menurutnya, salah satu inti Reformasi adalah membatasi masa jabatan presiden dan wapres menjadi maksimal hanya dua kali seperti dituangkan dalam UUD.

"MK dan pihak-pihak yang melanggar adalah penghianat Reformasi," ujarnya.

Pernyataan kuasa hukum Jusuf Kalla Irman Putra Sidin bahwa posisi wapres sebagai pembantu presiden sama seperti menteri dan harusnya masa jabatannya tidak dibatasi adalah gegabah.
Menurut Mujani, kalaupun ada kata dibantu dalam UUD, maka wapres bukan pembantu seperti menteri. Bersama presiden, wapres dipilih langsung oleh rakyat dan tidak bisa diberhentikan oleh presiden.

"Sifat dasar sistem presidensial adalah kepala negara dan pemerintah sekaligus dipilih oleh rakyat secara langsung untuk satu masa jabatan tertentu yang bersifat fixed, dan tak bisa diberhentikan di tengah jalan kecuali melanggar hukum. Presiden bertanggung jawab pada rakyat langsung lewat pemilu," paparnya.

Karena kepala negara dan pemerintahan sangat mutlak adanya untuk sebuah negara maka harus berjaga-jaga kalau presiden berhalangan tetap atau tidak tetap. Karena itu, wapres mutlak ada. Wapres disiapkan untuk jadi presiden bila keadaan darurat terjadi maka wapres sangat melekat pada presiden.

"Jangan dipilah-pilah dan dibedakan antara presiden dan wakil. Kalau sudah dua kali jadi wapres itu artinya jelas dua kali, siapapun pasangan presidennya. Kalau UUD bilang hanya boleh dua kali ya dua kali. Ini sudah sangat jelas dan tidak membutuhkan tafsir lain," beber Mujani.

Untuk itu, dia melihat bahwa tidak ada urgensi menuntut jabatan wapres bisa lebih dari dua kali sedangkan presidennya hanya dua kali.

"Sering terjadi salah kaprah tentang konsep wakil. Wakil itu tergantung presiden. Memang Wapres kita sering diminta mengemban tugas khusus, misalnya bidang ekonomi, boleh saja. Tapi itu bukan fungsi pokoknya, yang pokok adalah dia sebagai wakil," imbuh Mujani yang juga direktur Saiful Mujani Research and Consulting. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA