Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli akan menjadi saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim terkait pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pengembangan perkara kaksus ini masih berpusat pada terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sebelum memberikan kesaksian di persidangan, RR sapaan akrab Rizal Ramli mengatakan, kasus ini tidak boleh berhenti di tingkat kepala BPPN.
"Dulu tidak ada ketua BPPN bisa ambil keputusan sendiri, yang stategis, penting, di atas Rp 1 triliun itu ketua KKSK atau Menko Perekonomian yang tanggung jawab," ujar RR.
RR tidak mau menembak langsung siapa di atas Syafruddin Arsyad Temenggung saat itu.
"Saya enggak tahu, tapi harus ada yang tanggung jawab, yang di atas, yang selama ini bersembunyi," tegasnya lagi.
"Jadi menurut kami agak ajaib kasus ini kok hanya berhenti di level ketua BPPN. harusnya sampai level di atas-atas, yang selama ini selalu sembunyi, seolah-olah enggak ada tanggung jawab," tambah RR.
Pada beberapa kesempatan, RR sering mengungkapkan, banyak ahli hukum yang memahami persoalan pidana, tetapi relatif kurang memahami lahirnya suatu kebijakan pemerintah khususnya di sektor ekonomi.
Padahal apabila kebijakan di sektor ekonomi proses dan landasan hukum dan filosofinya salah, selain bisa berdampak luas dan merugikan masyarakat, bisa juga menimbulkan berbagai skandal korupsi.
Kasus SKL BLBI tidak asing bagi RR. Dalam penyelidikan, sudah lebih dari sekali ia dipanggil KPK untuk bersaksi. Dan sudah sering pula Rizal Ramli meminta KPK konsisten dan berkomitmen menuntaskan kasus tersebut tanpa khawatir akan indikasi keterlibatan elite dan tokoh besar di dunia politik.
Syafruddin didakwa merugikan negara Rp 4,5 triliun dalam penerbitan SKL BLBI. Juga memperkaya pemilik saham pengendali BDNI Sjamsul Nursalim melalui penerbitan SKL.
SKL itu dikeluarkan Syafruddin berdasarkan Inpres 8/2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Syafrudin disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[rus]
BERITA TERKAIT: