Hal itu ditegaskan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers terkait Operasi Tangkap Tangan di Banjarmasin pada Kamis (14/9).
Awalnya, DPRD Banjarmasin mengetok persetujuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) penyertaan modal Pemerintah Kota Banjarmasin sebesar Rp 50,5 miliar kepada PDAM Bandarmasin kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dari hasil ketok palu itu, Iwan Rusmali dan Andi Effendi mendapat uang suap sebesar Rp150 juta dari Muslih dengan memerintahkan Trensis untuk meminta uang dari PT CSP.
"Pada tanggal 11 September 2017, diduga Muslih meminta kepada pihak PT CSP untuk menyediakan dana sebesar Rp 150 juta dan agar menyerahkan uang tersebut kepada Trensis," ujar Alex.
Alex melanjutkan, setelah itu Trensis kemudian menyerahkan uang yang dititipkan Muslih kepada Andi, yang juga ketua Pansus Raperda Penyertaan Modal Pemkot Banjarmasin ke PDAM Bandarmasih.
"Dalam OTT ini KPK amankan uang tunai Rp48 juta. Uang itu diduga bagian dari Rp 150 juta, yang diterima Dirut PDAM, dari pihak rekanan," tutur Alex.
Alex mengatakan, dalam OTT di Banjarmasin, tim KPK menangkap enam orang di sejumlah lokasi. Mereka di antaranya Iwan Rusmali, Andi Effendi, Muslih, Trensis dan dua anggota DPRD Banjarmasin lainnya Achmad Rudiani dan Heri Erward.
Untuk Muslih dan Trensis mereka diciduk di kantor PDAM Bandarmasih. Sementara Andi ditangkap di rumahnya. Iwan, yang juga politikus Partai Golkar ditangkap di rumahnya. Achmad dan Heri yang juga ditangkap, namun tak dibawa ke Jakarta.
KPK kemudian menetapkan Muslih, Trensis, Iwan dan Andi sebagai tersangka suap. Keempatnya diduga bersekongkol meloloskan Raperda tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kota Banjarmasin ke PDAM Bandarmasih sebesar Rp 50,5 miliar.
Atas perbuatannya, Muslih dan Transis disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana
Sementara itu, Iwan dan Andi disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Untuk diketahui, PT CSP merupakan perusahan yang bergerak dibidang perpipaan air bersih atau limbah, pengelolaan air bersih dan instalasi pengolahan limbah. Dalam situs resmi Lembaga Pengembangan Jasa Kornstruksi (LPJK) kekayaan bersih badan usaha tercatat mencapai Rp 14.603.070.241.
Adapun beberapa proyek yang pernah ditangani PT CSP yakni pengadaan dan pemasangan pipa air baku HDPE dia, 630 MM sepanjang 4.900 M dengan nilai proyek Rp 17.984.566.000. Proyek tersebut merupakan pemberian tugas dari PDAM Intan Banjar yang dimulai pada 15 oktober 2007 dan telah diselesaikan pada 13 februari 2008.
Selain itu, pada 2008 PT CSP juga mengerjakan proyek pembuatan grand reservoir di lokasi kecamatan Alalak dengan nilai proyek berkisa Rp 1 miliar. Proyek tersebut merupakan pemberian tugas dari Pemkab Barito Kuala dan PDAM yang dimulai pada 30 Juni 2008 dan diselesikan pada 24 November 2008.
Masih dalam laman LPKJ, perusahaan yang memiliki badan hukum pada Juli 2000 itu dipimpin oleh Adi Suryadewa sebagai Direktur Utama, Hendry Suhendro sebagai Direktur dan Komisaris Meilinda Surjani.
[san]
BERITA TERKAIT: