Kabar tidak baik itu datang dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Biaya program stunting yang dijalankan, diduga berasal dari pungutan liar ()(Pungli) 27 puskesmas yang melibatkan oknum Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin.
Dengan dalih untuk program stunting, oknum Dinkes Kota Banjarmasin memungut dana dari 27 puskesmas. Setiap bulan, puskesmas itu harus setorkan dana antara Rp300.000 hingga Rp500.000. Dana disetorkan lewat Staf Dinkes Kota Banjarmasin, Sutrisno.
Kabar ini menjadi hangat dibahas, ketika tim dari BPK Perwakilan Kalimantan Selatan melakukan audit terkait pengumpulan dana dari ASN Dinkes Kota Banjarmasin setiap bulan.
Staf Dinkes Banjarmasin, Sutrisno yang namanya disebut-sebut sebagai kolektor duit pungli, buru-buru membantah. Dia memastikan tidak ada pungli, namun ada sumbangan ASN peduli stunting.
"Sifatnya sukarela mau menyumbang atau tidak sebenarnya tidak ada paksaan, dan kami tidak pernah menarget puskesmas harus berpartisipasi berapa, karena sifatnya sukarela," kata Sutrisno dalam keterangan tertulis, Rabu (13/3).
Dia mengatakan, tidak ada kewajiban terkait sumbangan ASN peduli stunting ini. Sifatnya hanya himbauan dan dana yang terkumpul disetorkan ke Rekening BAAS (Bapak Asuh Anak stunting).
"Untuk pengelolaan dana di Dinas Pengendalian Penduduk KB dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Kota Banjarmasin," tuturnya.
Pada kesempatan terpisah, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Dimas Purnama Putra terkait merebaknya kabar itu, mengingatkan jangan sampai ada ASN yang melakukan pungutan, tanpa dasar hukum yang jelas.
Namun jika pungutan dilakukan ada dasar hukum serta tidak ada paksaan atau sukarela, menurutnya, tidak masalah.
"Jika sukarela misalkan acara kantor atau lainnya, sepanjang tidak memaksa dan ASN yang dimintai tak keberatan, ya bukan pungli. Intinya apakah ada paksaan atau tidak," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: