Sanksi Retroaktif Perppu Ormas Bertentangan Dengan Hukum Pidana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 14 September 2017, 20:47 WIB
rmol news logo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dinilai tidak mengandung rumusan yang sesuai asas atau doktrin hukum pidana.

Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Krisnadwipayana Abdul Chair, pemberlakuan sanksi dalam perppu bertentangan dengan doktrin hukum pidana yang melarang penerapan retroaktif atau berlaku surut. Sementara, setelah diterbitkannya perppu, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM langsung mencabut badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah berdiri sejak 2013.

"Norma ini yang merugikan para pihak, bukan hanya HTI tetapi juga siapa saja yang dipandang secara subjektif. Cukup dengan adanya pernyataan pikiran yang secara subjektif paham ini adalah bertentangan dengan Pancasila dibubarkan. Kalau dibubarkan berarti ini meniadakan hak hidup ormas," jelasnya dalam sidang uji matari Perppu Ormas di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/9).

Di kesempatan sama, Kores Tambunan selaku ahli dari Forum Advokat Pengawal Pancasila dan Sekretariat Advokat Nasional Indonesia menilai bahwa penerbitan Perppu Ormas tidak menyalahi undang-undang lantaran memenuhi unsur kegentingan memaksa. Terlebih dalam kegentingan yang bersifat internal dapat timbul dari penilaian subjektif presiden.

"Jadi kegentingan yang dimaksud adalah subyektif presiden yang mengikat pada jabatannya yang diatur dalam pasal 22 UUD 1945, dan dibatasi sesuai dengan putusan MK. Yang mana hak subyektif-subyektif ini digunakan presiden-presiden sebelumnya," tambah Kores. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA