Jaksa Agung, M. Prasetyo, mengatakan, pihaknya sudah memiliki 153 nama terpidana mati yang belum dieksekusi dalam semester pertama tahun 2017.
Tapi, Kejaksaan belum bisa melakukan eksekusi lantaran perbedaan pendapat mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pengajuan grasi. Putusan MK itu menyebutkan seorang terpidana mati bisa mengajukan grasi lebih dari satu kali. Di satu sisi, pemberian grasi tidak berlaku surut. Di sisi lain, pengajuan grasi tidak bisa menunda pelaksanaan eksekusi mati.
Menurutnya saat ini Kejakaaan telah mengajukan surat untuk meminta fatwa dari MA mengenai keputusan MK.
"Terus terang, saya sudah geregetan. Bagaimanapun mereka sudah memberikan akibat yang luar biasa dalam bisnis yang mereka lakukan. Kami sedang menunggu fatwa MA, biar nanti jalankan," ujar Prasetyo saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (25/8).
Prasetyo menjelaskan, permintaan fatwa dari MA ini untuk meminimalisir anggapan bahwa pemerintah tidak menjalankan keputusan pasal 7 ayat 2 pada UU 2/ 2002 tentang grasi. Menurut penilaiannya selama ini, langkah Kejaksaan terkait eksekusi mati acap menimbulkan pro dan kontra.
Untuk itu juga pihaknya meminta kepastian hukum dari MA terkait eksekusi mati. Apalagi, setiap tahun ada 12 terpidana hukuman mati yang harus dieksekusi oleh Kejaksaan.
"Setiap kali kami lakukan eksekusi kan timbul pro dan kontra, itu yang kami jaga. Pemerintah juga lakukan hal lain yang enggak kalah penting," jelas Prasetyo.
[ald]
BERITA TERKAIT: