Komisioner ORI Ninik Rahayu menjelaskan, lembaga yang dipimpin M. Prasetyo itu agar memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PPU-XIII/2015 tanggal 15 Juni 2016 yang menyatakan bahwa pasal 7 ayat 2 UU 5/2010 tentang Grasi bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
Di samping itu, Kejagung juga memperhatikan mengenai pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya. Yakni hak atas informasi kepada keluarga terkait pelaksanaan eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberikan 3 kali 24 jam. Pasalnya, eksekusi terhadap Humprey lebih cepat dari ketentuan.
"Seharusnya Kejaksaan Agung bisa memberikan penjelasan apabila ada pertimbangan lain sehingga eksekusi harus dilaksanakan lebih cepat," ujar Ninik di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Jumat (28/7).
Yang kedua, Kejagung diminta untuk melakukan perbaikan proses dan teknis pelaksanaan eksekusi mati. Terutama mengenai pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya.
"Yaitu hak atas informasi kepada keluarga terkait pelaksanaan eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberikan tiga kali 24 jam," kata Ninik.
Ombudsman juga meminta agar Badan Pengawasan Mahkamah Agung membuka hasil pemeriksaan terhadap Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait permohonan Peninjauan Kembali tingkat dua Humprey tidak diterima PN Jakpus dan diteruskan ke MA. Sementara, PK terpidana lainnya diterima dan diteruskan ke MA.
"Apabila terbukti ada indikasi penyimpangan demi penegakan dan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang melakukan penyimpangan untuk diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku," beber Ninik.
Kejagung, PN Jakpus, dan MA diminta untuk menindaklanjuti saran yang diberikan Ombudsman dalam waktu paling lambat 60 hari.
Ninik menambahkan, apabila tidak direspon maka Ombudsman bakal mengeluarkan rekomendasi sebagai produk tertinggi Ombudsman.
"Kemudian kami akan sampaikan ke presiden, dan kalau tidak ditindaklanjuti akan dipublikasikan," pungkasnya.
[wah]