Hakim menilai Fahmi terbukti bersalah dan meyakinkan sebagai otak pemberi suap kepada pejabat Bakamla terkait proyek satelit monitoring di lembaga tersebut. Suap diberikan agar PT MTI yang mengerjakan proyek tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Fahmi Darmawansyah dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan penjara dan pidana denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Yohanes Priyana pada saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/5).
Dalam membacakan putusannya hakim menyebut, Fahmi terbukti memberikan suap kepada empat pejabat di Bakamla yakni Nofel Hasan senilai SGD 104.500, Tri Nanda Wicaksono sebesar uang Rp 120 juta, Bambang Udoyo sebesar SGD 105.000, serta uang SGD 100.000, USD 88.500 dan 10.000 Euro kepada Eko Susilo Hadi.
"Semua penyerahan ‎tersebut disepakati terdakwa," ujar hakim.
Suap yang diberikan oleh Fahmi adalah untuk kepentingan bisnisnya. Yakni agar perusahaan yang dimilikinya mengharap proyek di Bakamla. Uang itu diberikan oleh Fahmi kepada pejabat Bakamla melalui dua anak buahnya M Adami Okta dan Hardi Stefanus yang juga sudah diputus oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
"Saksi Adami dan Hardy memberikan uang kepada saksi Eko Susilo Hadi yang berasal dari Fahmi seluruhnya," ujar hakim.
Selain itu, majelis hakim juga menolak memberikan status justice Collaborator terhadap Fahmi. Hal itu dikarenakan Fahmi sebagai pelaku utama dalam penyuapan ini.
"Majelis hakim sependapat dgn penuntut umum bahwa permohonan JC terdakwa tidak dapat dikabulkan," ujar hakim.
Dalam membacakan putusannya hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk yang memberatkan terdakwa dinilai takendukung upaya pemerintah yang tengah giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi.
Kemudian, sebagai pengusaha muda Fahmi harus mengikuti prosedur yang benar untuk mendapatkan proyek. "Bukan hal-hal yang keliru," kata hakim.
Sementara hal yang meringankan Fahmi dinilai berterus terang dan mengakui semua perbuatannya, memiliki anak dan istri. Kemudian adanya itikad baik akan menghibahkan tanah yang digunakan untuk satelit monitoring Bakamla yang berada di Semarang, Jawa Tengah.
Atas putusan tersebut, dia mengatakan menerima dan tidak akan mengajukan banding. Sedangkan jaksa menyatakan akan pikir-pikir.
Atas perbuatannya Fahmi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
[san]
BERITA TERKAIT: