Patrialis Diadukan Lagi Nih

Dituding Diskriminatif

Jumat, 03 Februari 2017, 09:57 WIB
Patrialis Diadukan Lagi Nih
Patrialis Akbar/Net
rmol news logo Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Penjaga Konstitusi (KMSPK) men­gungkapkan sejumlah pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi Patrialis Akbar saat sidang uji materi pasal-pasal pidana kesusilaan, yakni Pasal 284, 285, dan 292 KUHP.

Dalam uji materi yang ber­langsung sejak Juni 2016 lalu terdapat sejumlah pernyataan Patrialis yang diskriminatif, sub­jektif, dan menyerang personal pihak yang berperkara.

Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Naila Rizqib menuturkan, dirinya sebagai kuasa hukum dari Komnas Perempuan yang menjadi pihak terkait dalam uji materi tersebut menilai sejumlah pernyataan Patrialis tidak layak dalam kapasitasnya sebagai ha­kim konstitusi.

"Kita masuk sebagai pihak terkait pada sidang ke-5, dan kita berhadapan dengan hakim yang sering mengeluarkan pernyataan bias, subjektif, dan menyerang pihak personal yang berperka­ra," ujarnya di Kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta.

Naila menerangkan, Patrialis dianggap melakukan pelang­garan terhadap prinsip imparsi­alitas. Alasannya, pernyataan-pernyataan Patrialis dalam per­sidangan cenderung memihak salah satu pihak yang berperkara. Tak hanya itu, yang bersangku­tan juga melakukan pelangga­ran terhadap standar minimum kompetensi penguasaan ilmu pengetahuan.

"Bahkan dalam persidangan hakim Patrialis dengan mudah­nya mengatakan HIV/AIDS dapat menular secara transmisif saat orang makan dan duduk bersama Orang Dengan HIV/ AIDS," ungkapnya.

Selain tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan, pernyataan tersebut jelas merupakan stigma­tisasi terhadap ODHA. Padahal sidang di Mahkamah Konstitusi diharapkan menghadirkan bukti-bukti nyata dan perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara.

"Ditambah lagi dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Patrialis, MK sebagai penjaga konstitusi perlu direformasi," imbuhnya.

Pengacara LBH Jakarta, Citra Referandum menerangkan, ke­berpihakan hakim terhadap salah satu pihak yang berperkara jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (2) Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi.

Pasal tersebut mengharuskan para hakim konstitusi bebas dari pengaruh mana pun, arif dan bijaksana, serta tidak memihak dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Saat ini proses persidangan uji materi pasal-pasal tindak pidana kesusilaan di MK sudah me­masuki sidang ke-19. "Ini bisa jadi salah satu persidangan uji materi terlama di MK," katanya.

Citra menambahkan, saat ini pihaknya tengah meneliti sidang-sidang di MK yang di­duga sarat pelanggaran etik oleh hakim untuk kemudian dilapor­kan ke Dewan Etik MK.

Ketua Badan Pengurus YLBHI, Asfinawati mengatakan, pen­egakan etik terhadap Patrialis Akbar tetap harus dilakukan walau yang bersangkutan sudah mengundurkan diri dari jabatan hakim konstitusi. Pihaknya juga mengusulkan agar Majelis Etik MK membuka saluran pengaduan bagi pihak-pihak yang dirugikan saat berperkara di MK.

"Kita juga mengajak agar pihak-pihak yang didiskrimi­nasi, distigma, dan dirugikan saat berperkara di MK agar mau melaporkannya," ujarnya.

Langkah ini dinilai salah satu cara untuk mengembalikan wiba­wa MK. "Selain itu kita mendesak perlunya ada perbaikan sistem rekrutmen hakim konstitusi, jika tidak ada akuntabilitas dalam seleksi hakim konstitusi bagaima­na kita bisa menganggap yang ber­sangkutan sebagai negarawan," tandasnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA