Pidanakan Pengguna & Penyedia Prostitusi Anak!

Minggu, 18 Desember 2016, 09:10 WIB
Pidanakan Pengguna & Penyedia Prostitusi Anak!
Foto/Net
rmol news logo Sikap Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R KUHP) yang tidak memasukkan tindak pidana kepada pembeli layanan seks pada anak atau prosti­tusi anak mendapat kritikan End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia.

Anggota Divisi Legal ECPAT Indonesia, Rio Hendra menutur­kan, dalam pembahasan Buku II RKUHP khususnya Bab XIV mengenai Tindak Pidana Kesusilaan, pihaknya tidak menemukan pengaturan soal tindak pidana bagi pengguna prostitusi anak.

Tindak pidana perdagangananak untuk tujuan seksual dimuat pada Pasal 498, 499 dan 500. ECPAT menilai, pasal-pasal di atas dapat mewakili unsur-unsur untuk menjerat para pelakunya.

"Namun kita menyayangkan, untuk tindak pidana membeli layanan seks pada anak atau prostitusi anak (pelacuran anak) ternyata tidak diatur dalam Buku II R KUHP ini," ujar Rio.

Tidak satu pun pasal yang menjelaskan secara rinci tentang anak-anak yang menjadi korban prostitusi dan siapa saja orang yang bisa dihukum bila terlibat dalam prostitusi anak. Bahkan tidak ada pasal yang mendefi­nisikan prostitusi anak.

"Justru pasal-pasal di Bab XIV tersebut lebih menonjolkan tentang persetubuhan dengan anak-anak dan pencabulan den­gan anak-anak, namun lupa men­cantumkan ketentuan tentang prostitusi anak," paparnya.

Di Bab XIV, ada 2 pasal yang bisa dikatakan belum menjang­kau definisi dan tindak pidana prostitusi anak, yaitu Pasal 486 dan Pasal 496. Kedua pasal tersebut bukan mengkriminal­isasi pelaku karena membeli layanan seks pada anak, tapi lebih kepada persetubuhannya dan pencabulannya.

"Pasal tersebut juga belum menjangkau tindak pidana per­buatan ekspolitasi seksual anak yang lebih terorganisir," tandas Rio.

Sebelumnya, Panja R KUHP masih memperdebatkan perso­alan pidana menyangkut perse­tubuhan yang dilakukan perem­puan dan laki-laki tanpa ikatan pernikahan yang sah. Ketentuan pidana tersebut tercantum dalam Pasal 484 ayat 1 poin (e) RUU KUHP. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA