Anggota Divisi Legal ECPAT Indonesia, Rio Hendra menuturÂkan, dalam pembahasan Buku II RKUHP khususnya Bab XIV mengenai Tindak Pidana Kesusilaan, pihaknya tidak menemukan pengaturan soal tindak pidana bagi pengguna prostitusi anak.
Tindak pidana perdagangananak untuk tujuan seksual dimuat pada Pasal 498, 499 dan 500. ECPAT menilai, pasal-pasal di atas dapat mewakili unsur-unsur untuk menjerat para pelakunya.
"Namun kita menyayangkan, untuk tindak pidana membeli layanan seks pada anak atau prostitusi anak (pelacuran anak) ternyata tidak diatur dalam Buku II R KUHP ini," ujar Rio.
Tidak satu pun pasal yang menjelaskan secara rinci tentang anak-anak yang menjadi korban prostitusi dan siapa saja orang yang bisa dihukum bila terlibat dalam prostitusi anak. Bahkan tidak ada pasal yang mendefiÂnisikan prostitusi anak.
"Justru pasal-pasal di Bab XIV tersebut lebih menonjolkan tentang persetubuhan dengan anak-anak dan pencabulan denÂgan anak-anak, namun lupa menÂcantumkan ketentuan tentang prostitusi anak," paparnya.
Di Bab XIV, ada 2 pasal yang bisa dikatakan belum menjangÂkau definisi dan tindak pidana prostitusi anak, yaitu Pasal 486 dan Pasal 496. Kedua pasal tersebut bukan mengkriminalÂisasi pelaku karena membeli layanan seks pada anak, tapi lebih kepada persetubuhannya dan pencabulannya.
"Pasal tersebut juga belum menjangkau tindak pidana perÂbuatan ekspolitasi seksual anak yang lebih terorganisir," tandas Rio.
Sebelumnya, Panja R KUHP masih memperdebatkan persoÂalan pidana menyangkut perseÂtubuhan yang dilakukan peremÂpuan dan laki-laki tanpa ikatan pernikahan yang sah. Ketentuan pidana tersebut tercantum dalam Pasal 484 ayat 1 poin (e) RUU KUHP. ***
BERITA TERKAIT: