Anggota Hakim Perkara Mirna Pernah Terima Suap Dari Kantor Pengacara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 12 Oktober 2016, 17:48 WIB
Anggota Hakim Perkara Mirna Pernah Terima Suap Dari Kantor Pengacara
Net
rmol news logo Anggota majelis hakim perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Partahi Tulus Hutapea disebut pernah menerima uang suap sebesar SGD 25 ribu dari staf Wiranatakusumah Legal and Consultant bernama Ahmad Yani.

Tak hanya Partahi yang menerima suap, Casmaya selaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga ikut menikmati uang suap untuk memuluskan dan mempengaruhi putusan perkara perdata Nomor 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST.‎

Perkara itu merupakan gugatan wanprestasi yang diajukan PT Mitra Maju Sukses (MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dan didaftarkan ke PN Jakpus pada 29 Oktober 2015. Perkara gugatan tersebut dipimpin oleh Hakim Partahi.

Hal tersebut diketahui saat jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan Ahmad Yani yang menjadi terdakwa kasus suap pengamanan perkara gugatan PT MMS pada PN Jakpus di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta (Rabu, 12/9).

Dalam surat dakwaan Ahmad Yani, Hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya disebut dijanjikan sesuatu berupa uang oleh pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah. Uang itu dimaksudkan untuk kongkalikong putusan perkara perdata di PN Jakpus.

Raoul pun sempat menemui Partahi yang merupakan ketua majelis hakim untuk membicarakan tentang perkara tersebut.

"Selanjutnya tanggal 15 April 2016, Raoul Adhitya Wiranatakusumah datang kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan berhasil menemui Partahi Tulus Hutapea serta Casmaya di ruangan hakim lantai empat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membicarakan perkara tersebut," ujar Jaksa Pulung Rinandoro membacakan surat dakwaan

Pertemuan itu dapat terjadi karena sebelumnya Raoul mendapatkan saran dari Muhammad Santoso selaku panitera pengganti PN Jakpus. Raoul pun juga menjanjikan sejumlah uang kepada Santoso apabila dapat dibantu agar gugatan perdata tersebut ditolak. Uang yang dijanjikan sebesar SGD 25.000 untuk Hakim Partahi dan Hakim Casmaya, serta SGD 3.000 untuk Santoso. Uang itu diberikan Raoul melalui perantara Ahmad Yani kepada Santoso.

Atas perintah Raoul, uang dipisah yaitu SGD 25.000 dan SGD 3.000. Sebanyak SGD 25.000 dimasukkan dalam amplop putih bertuliskan kode HK untuk Partahi dan Casmaya, dan sebesar SGD 3.000 bertuliskan SAN untuk Santoso.

Kemudian pada 30 Juni 2016, gugatan perdata PT MMS dinyatakan tidak dapat diterima oleh majelis hakim. Usai pembacaan putusan, Santoso menghubungi Ahmad Yani untuk menanyakan janji pemberian uang.

"Dalam rangka menyerahkan uang tersebut, terdakwa menghubungi Muhammad Santoso untuk bertemu dan kemudian disepakati Muhammad Santoso akan mengambil uang tersebut di tempat kerja terdakwa," ujar Pulung.

Santoso lalu menyambangi kantor Wiranatakusumah Legal and Consultant di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada sore harinya. Uang lalu diberikan kepada Santoso yang selanjutnya diciduk petugas KPK saat menumpang ojek di kawasan Matraman pada akhir Juni lalu.

Atas perbuatannya, Ahmad Yani diancam pidana pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA