2015, Tercatat 574 Kasus Kekerasan Anak

Colek Pemerintah

Selasa, 11 Oktober 2016, 09:06 WIB
2015, Tercatat 574 Kasus Kekerasan Anak
Foto/Net
rmol news logo Pemerintah diharapkan leb­ih memperhatikan lembaga-lem­baga atau ormas yang bersinergi dengan program kepedulian terhadap anak, dalam segala aspek.

Hal ini ditegaskan Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Anak dan Remaja Indonesia (Gempari), Patrika S Andi Paturusi. "Agar kerja nyata gera­kan masyarakat ini jadi partner pemerintah yang disepakati, sehingga dapat mewujudkan Indonesia yang aman dan ramah terhadap anak, dalam program bersama memproteksi masa de­pan anak bangsa," ujar Anggie, sapaan akrabnya.

Organisasi ini, jelasnya, memiliki visi agar seluruh warga bisa memperhatikan dan peduli pada anak. "Ingat, anak adalah harta bangsa dan agama, dan bisa jadi kekuatan suatu bangsa. Jadi harus dijaga bersama," tegas Anggie.

Selain berupaya mengedu­kasi masyarakat, jelasnya lagi, Gempari juga berusaha menggelar kampanye di sekolah atau lemba­ga pendidikan lainnya. Termasuk memberikan informasi akurat terkait keselamatan anak, berk­oordinasi dengan aparat, hingga menghimpun informasi dan data tentang kekerasan anak.

Seperti diketahui, tingginya angka kekerasan terhadap anak perlu mendapat perhatian se­mua pihak. Meski pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah peraturan, angka tersebut tak kunjung menurun. Peran kelu­arga dan masyarakat dibutuhkan demi menyelamatkan generasi masa depan tersebut.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh menuturkan, tin­dak kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan se­lama beberapa tahun terakhir. Peningkatan laporan itu diikuti naiknya kasus anak hilang.

"Berdasarkan data Polri dan KPAI, dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan tindak kek­erasan terhadap anak. Di 2014 tercatat sekitar 382 laporan. Meningkat menjadi 574 laporan di 2015," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Kata dia, sumber utama masalah terjadinya tindak keja­hatan terhadap anak adalah ke­luarga. "Ini kajian kami, sumber masalah ada di keluarga. Kalau masalah keluarga tertata dengan baik, permasalahan tidak akan kemana-mana," ungkapnya.

KPAI, lanjut Asrorun, mem­inta agar aparat penegak hukum tidak menyamaratakan proses hukum terhadap semua pelaku. Selama ini, perlakuan terhadap pelaku kejahatan yang masih anak-anak dan orang dewasa kerap disamakan.

"Kalau anak sebagai pelaku mestinya berbeda penangannya dengan pelaku dewasa. Pendekatan anak jadi pelaku sistem peradilannya harus dalam konteks pemulihan. Mereka harusnya direhabilitasi di tempat khusus. Ini malah di tempatkan di lembaga pemasyarakatan," tandasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA