Usai menjalani pemeriksaan, Nazar menyebut mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ikut terlibat dalam korupsi pengadaan e-KTP. Menurutnya, Gamawan menerima gratifikasi atas proyek pengadaan e-KTP. Untuk itu, dia berharap KPK menindaklanjuti kasus tersebut dengan menggali keterangan dari Gamawan.
"Sekarang yang pasti e-KTP sudah ditangani oleh KPK, kita harus percaya dengan KPK. Yang pasti mendagrinya harus tersangka," ungkap Nazar di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Selasa (27/9).
Dia menilai KPK telah mendapatkan data terkait gratifikasi yang diterima oleh Gamawan. Nazar mengungkapkan, gratifikasi yang diterima Gamawan berupa uang meski enggan menyebut jumlah nominal yang didapat mantan Gubernur Sumatera Barat tersebut.
"KPK sudah punya datanya semua, Gamawan terima uang berapa," kata Nazar.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatannya, Nazar acapkali mengungkapkan pihak-pihak yang ikut terlibat dalam korupsi pengadaan e-KTP. Salah satunya keterlibatan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Menurutnya, Novanto merupakan pemberi perintah untuk mengatur proyek e-KTP dan pembagian fee ke sejumlah pihak.
Dalam proyek ini, lima perusahaan BUMN dan swasta menjadi konsorsium pemenangan tender pengadaan. Mereka adalah PT Len Industri, Perum Percetakan Negara (Peruri), PT Sucofindo (Persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthapura.
Paulus Thanos selaku dirut PT Sandipala Arthapura juga pernah mengakui bila Novanto merupakan otak intelektual dalam kasus korupsi e-KTP. Meski demikian, Novanto sendiri sudah membantah keterlibatannya. Menurutnya, baik Nazaruddin ‎maupun Paulus hanya mengada-ada.
KPK telah mendalami korupsi pengadaan e-KTP pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan satu tersangka yakni Sugiharto. Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri itu dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sugiharto juga berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu. Dia diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan uang negara sebesar Rp 2 triliun.
[wah]
BERITA TERKAIT: