Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membenarkan salah satu prajuritnya tewas tertembak oleh Satuan Bravo Brimob dalam lanjutan Operasi Tinombala. "Benar bahwa sekitar jam 13.30 WITA kemarin telah terjadi insiden, tertembaknya satgas atas nama Serda Ilham. Kata-kata 'ter' berarti tidak disengaja," demikian ditegaskan oleh Panglima TNI didamping Kapolri usai menghadiri acara sertijab Kemenko Polhukam di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 28 Juli 2016.
Panglima TNI menjelaskan bahwa insiden bermula saat tiga anggota Korps Sandhi Yudha Kopassus, salah satunya korban, Serda Ilham, mengecek informasi adanya timbunan senjata milik kelompok Santoso bersama dua orang warga.
"Tiga anggota Korps Sandhi Yudha dan dua warga cek ada timbunan senjata. Lalu Sat Bravo dapat info ada orang tak dikenal," imbuhnya.
Selain itu, Panglima TNI menegaskan tidak ada baku tembak di antara kedua satuan tersebut. Terlebih Serda Ilham dan kawan-kawan mengetahui bahwa Sat Bravo adalah rekan mereka dalam Operasi Tinombala. Tidak ada baku tembak, karena pihak tertembak tahu bahwa pihak penembak adalah teman maka mereka hanya berteriak-teriak. Di tengah suasana kehidupan sosio-politik dibanjiri berita negatif yang tidak segan melontarkan fitnah demi memecah-belah bangsa, negara dan rakyat Indonesia, sikap tegas Panglima TNI, Gatot Nurmantyo layak diperhatikan, dihormati dan dihargai. Tanpa ketegasan Panglima TNI, dikuatirkan suasana keruh rawan makin keruh diperkeruh sinisme, cemooh, cacimaki, hujatan yang secara khusus ingin memecah belah TNI dan Polri sebagai dua unsur soko guru keamanan dan pertanahan NKRI. Keretakan dua angkatan bersenjata suatu negara jelas sang mandraguna dalam meruntuhkan benteng keamanan dan pertahanan suatu negara.
Maka pernyataan tegas Panglima TNI didampingi Kapolri memiliki makna sangat strategis sebagai upaya mermperkokoh sendi-sendi Ketahanan Nasional. Memang niscaya akan ada pihak sinis menyatakan bahwa ketegasan Panglima TNI tidak perlu dibesar-besarkan apalagi dihormati dan dihargai sebab merupakan suatu kewajaran tugas seorang Panglima TNI. Sinisme pewajaran take for granted enggan menghormati dan menghargai sesama bangsa semacam itu memang tidak selaras dengan semangat Kebanggaan Nasional sebagai kelanjutan dari semangat Kebangkitan Nasional. Sinisme sejenis itu memang merupakan senjata ampuh bagi mereka yang memang secara sadar atau tidak sadar menginginkan bangsa Indonesia terpecah-belah.
Saya mendirikan MURI sebagai pengejawantahan semangat Kebanggaan Nasional demi menghormati bahkan menghargai para putera-puteri terbaik bangsa Indonesia yang telah terbukti mempersembahan karsa dan karya terbaik mereka masing-masing agar dapat menjadi suri teladan bagi generasi muda untuk juga bersemangat mempersembahkan karsa dan karya terbaik mereka masing-masing bagi negara, bangsa dan rakyat Indonesia.
Saya sadar menghadapi resiko dicemooh naif atau lebai, namun mohon dimaafkan bahwa saya bertekad menulis naskah ini demi menghormati dan menghargai sikap tegas Panglima TNI agar dapat menjadi suri teladan bagi segenap warga bangsa dan negara Indonesia yang tidak menginginkan negara dan bangsanya terpecah-belah seperti diharapkan pihak-pihak yang secara sadar atau tidak sadar mengharapkannya. MERDEKA! [***]
Penulis adalah penggagas gerakan Kebanggaan Nasional
BERITA TERKAIT: