Syakir didakwa menyuap Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo dalam pengadaan Tetra Ethyl Lead (TEL) di Pertamina (Peraero) tahun 2004-2005. Syakir didakwa memberikan Suroso uang sebesar 198.134 dollar AS.
Jaksa juga meminta agar barang bukti suap berupa uang sebesar 198.134 dollar AS, yang disimpan pada UOB Bank Singapura atas nama Suroso Atmomartoyo, disita dan dirampas untuk Negara.
"Menuntut agar Majelis menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama menyuap penyelenggara negara," ujar Jaksa Irene Putrie, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/5).
Dalam pertimbangannya, Jaksa menilai perbuatan Syakir tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan korupsi. Selain itu, dalam beberapa persidangan di bawah sumpah, Syakir selalu memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Jaksa juga menganggap perbuatan Syakir telah memberikan citra buruk dalam iklim bisnis investasi di Indonesia dan dunia internasional.
Syakir ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Senin, 4 Oktober 2015 lalu atas dugaan suap terhadap Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak pidana Korupsi telah memvonis Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo lima tahun penjara karena terbukti menerima suap dari Syakir.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga telah menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Liem. Willy dianggap terbukti bersama-sama dengan sejumlah petinggi The Associated Octel Company Limited (sekarang Innospec Limited) menyuap Suroso
Uang yang diberikan Syakir kepada Suroso agar menyetujui perusahaan OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia atau pemasok Tetraethyl Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina periode Desember 2004 dan 2005.
Pada tahun 1982, PT SI ditunjuk oleh Octel atau Innospec menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia. TEL merupakan bahan aditif agar mesin tidak berbunyi dan meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar. Namun, penggunaannya memiliki tingkat racun yang tinggi sehingga menimbulkan gas berbahaya bagi kesehatan.
Kemudian, pada tahun 2003, Octel dan PT Pertamina meneken nota kesepahaman yang menyepakati bahwa pembelian TEL akan dilakukan dalam pada 2003 hingga September 2004. Saat itu, mereka sepakat dengan harga 9.975 dollar AS per metrik ton.
Dalam waktu yang bersamaan, Pemerintah Indonesia mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal (TEL) dalam bensin dan solar di dalam negeri.
Program tersebut dianggap menghambat kelancaran kerja sama Innospec dan Pertamina untuk terus menyalurkan TEL ke Indonesia. Oleh karena itu, Direktur PT SI lainnya Willy Sebastian Liem mencari strategi untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia.
Strategi tersebut berupa mengusahakan penggunaan Plutocen sebagai oktan alternatif. Hal tersebut diikuti permintaan imbalan sejumlah uang untuk para pejabat Pertamina dengan alasan perusahaan lain pemasok Plutocen kepada PT Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama.
Atas perbuatannya, Syakir didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
[zul]
BERITA TERKAIT: