Demikian diungkapkan Koordinator Analisis Anggaran Negara Center For Budget Analysis (CBA), Astrit Muhaimin kepada redaksi, Selasa (9/2).
Astrit Muhaimin menerangkan, alokasi anggaran untuk tindak pemberantasan korupsi tahun ini ternyata mengalami penurunan tajam dari tahun kemarin.
Pada tahun 2016, KPK mendapat alokasi anggaran untuk menangkap maling anggaran atau koruptor sebesar Rp. 132,2 juta untuk satu kasus. Alokasi anggaran ini terlalu kecil dibandingkan dengan tahun 2015 alokasi anggaran sebesar Rp. 138,9 juta. Yang artinya alokasi menurun sebesar Rp. 6,6 juta.
Selanjutnya, pada tahun 2016 juga telah terjadi penurunan pada anggaran Polri untuk menangani satu kasus korupsi. Di mana pada tahun 2015 sebesar Rp. 155,5 juta dan pada tahun 2016 menjadi Rp. 32,3 juta. Penurunan anggaran penyidik Polri sebesar Rp. 32,3 juta.
Dan anggaran kejaksaan untuk menangkap maling sebesar Rp. 83,9 juta untuk satu kasus tahun 2016. Sedangkan pada tahun 2015 sebesar Rp. 89,6 juta. Telah terjadi penurunan sebesar Rp. 5,7 juta.
"Dari gambaran di atas, kami dari CBA sebetulnya, dan khusus KPK terjadi pelemahan serius. Apalagi langkah langkah pelemahan atas KPK sangat sistematis, mulai seperti penyidik andalan KPK Novel Bawesdan dikriminalisasi, dan mau diusir dari KPK. Dan belum puas dengan Novel Bawesdan, saat ini fokus pada "mencabut" atau mengurangi kewenangan KPK agar dapat dilumpuhkan atau hukum bisa ditundukkan dengan intervensi politik atas pidana korupsi," ujar Astrit Muhaimin.
Kemudian, lanjut Astrit Muhaimin, pihaknya menyesalkan hal ini kepada DPR lantaran secara diam-diam melakukan pemotongan atau persetujuan atas penurunan alokasi anggaran agar terjadi pelemahan dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
"Selain itu, CBA pun prihatin bahwasanya ternyata Kementerian Keuangan ikut juga melakukan "sabotase" atas persetujuan minimnya atau pengurangan atas anggaran untuk penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi," tukasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: