Koruptor Bawa Kabur Dana 1 Triliun Dolar AS dari Negara Berkembang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 22 Oktober 2015, 17:20 WIB
RMOL.
Istilah illicit financial flow atau aliran dana illisit masih relatif baru di Indonesia. Namun masalah-masalah yang terjadi akibat aliran uang illisit telah merugikan perekonomian negara-negara berkembang selama bertahun-tahun, termasuk Indonesia.

Negara kehilangan potensi pendapatan yang sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan ekonomi dan sumberdaya manusia.

"Kita bisa melihat korupsi (di Indonesia), ada dana yang dicuri dan kami juga melihat bagaimana perusahaan-perusahaan menghindari pajak," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro seperti dikutip redaksi dari keterangan pers penyelenggara konferensi internasional bertajuk 'One  Voice, Many Purpose: The 6th Financial Transparency Conference', Kamis (22/10).  

Tercatat puluhan jurnalis dan aktivis lembaga swadaya masyarakat dari 25 negara di dunia berpartisipasi dalam konferensi yang diprakarsai Financial Transparency Coalition bersama Perkumpulan Prakasa dan Transparansi Internasional Indonesia selama dua hari, 20-21 Oktober di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta.

Ini merupakan konferensi yang keenam. Dua konferensi sebelumnya berlangsung di Lima, Peru (2014)  dan Dar Es Salaam, Tanzania (2013).

"Konferensi ini memberi ruang bagi kita untuk berbagi pengalaman yang sama dengan berbagai organisasi di seluruh dunia dan merumuskan rencana aksi ke depan," ujarnya lagi.

Dalam konferensi itu terungkap bahwa selama satu tahun rata-rata ada dana gelap sebesar 1 triliun dolar AS yang keluar secara gelap dari negara berkembang.
Sekjen TII, Dadang Trisasongko pun menerangkan, masalah aliran dana gelap sudah menjadi masalah global, khususnya negara-negara berkembang. Dari 10 negara dengan nilai aliaran uang illisit terbesar, Indonesia berada di urutan ketujuh. Di barisan teratas, ada negara-negara di kawasan Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah.

"Ini membuktikan bahwa persoalan aliran dana illisit merupakan persoalan global yang memerlukan kerjasama konkret antar kawasan," tegas Dadang.

Alvin Masioma dari FTC memaparkan, lebih dari separuh perwakilan dari negara yang hadir dalam konferensi ini tidak memiliki suara dan hak pilih dalam standar pajak yang ditetapkan oleh OECD.

"Padahal, negara-negara ini terkena dampak paling besar dari aktivitas penghindaran pajak dan aliran dana illisit," jelasnya.

Oleh karenanya menurut dia, pembuat kebijakan perlu terus didorong untuk membuat keputusan secara adil.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA