Kini, saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut yaitu notaris Bandoro Raden Ayu Mahyastoeti Notonagoro yang menangani Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) tanah di Jalan Kartanegara milik Triharti (80).
Dalam persidangan, saksi mengaku kalau nenek yang hadir saat menandatangani PPJB bukan Triharti yang duduk di ruang sidang (penjual asli). Karena, saksi menyebut kalau Triharti yang hadir sidang tidak pernah ke kantor notaris.
"Bukan ibu itu, orang yang mengaku Triharti memakai jilbab ke kantor. Saya tidak tahu kapan ibu Tri datang, tahunya mereka (Triharti dan Rahmawati) sudah hadir di ruangan dan itu ada beberapa orang yang saya tidak tanya dan saya tidak kenal," katanya di PN Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan, proses munculnya akte jual beli itu pihaknya telah menerima dokumen asli kemudian melakukan pengecekan dan disimpulkan itu tidak ada masalah sehingga terjadi perikatan dengan menerbitkan akte berupa perikatan jual beli, pengosongan rumah.
"Kita cek semua KTP, KK, semua termasuk surat nikah sudah komplit secara formal dan itu tidak ada masalah. Memang saya tidak melakukan pengecekan ke kelurahan," ujarnya.
Dengan begitu, ketua majelis hakim Prapto meminta kepada saksi Raden Ayu untuk lebih hati-hati lagi dalam mengurus perikatan jual beli dan harus mengecek tidak sebatas formalitas saja.
"Karena, kalau terjadi begitu nanti urusan jadi perkara. Nah kalau jual barang ternyata penjual bukan kapasitasnya, kan batal demi hukum akte perjanjiannya," jelas dia.
Di samping itu, hakim juga meminta kepada jaksa penuntut umum (JPU) supaya menghadirkan saksi Rahmawati yang membeli rumah milik Triharti senilai Rp 12 miliar. Bahkan, sudah dua kali mangkir sehingga bisa dilakukan upaya paksa.
"Itu tugas kewajiban jaksa kalau sudah dipanggil dua kali tidak hadir, lakukan upaya paksa tidak perlu minta penetapan majelis hakim. Jadi harus dihadirkan saksi Rahmawati karena sudah diberkas," tandasnya.
Kasus ini bermula ketika Triharti hendak menjual tanahnya di Jalan Kertanegara. Namun sertifikatnya digelapkan oleh ED, tetangganya yang juga pilot maskapai. ED sudah dihukum atas perbuatannya.
Kemudian Jhon menjual tanah Triharti tersebut dengan surat-surat dan identitas yang diduga palsu. Triharti yang sudah tinggal di Jalan Kertanegara sejak 1952 itu pun melapor ke polisi atas tindak pidana pamalsuan dan berharap masalah yang dialaminya segera berakhir.
Sebelumnya diberitakan, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan penangguhan penahanan terhadap Jhon Enardy terdakwa kasus pemalsuan dokumen untuk digunakan dalam akta otentik jual beli tanah, Senin (29/6).
Akibatnya, pihak pelapor Triharti mengaku kecewa atas ketetapan hakim yang diketuai oleh Sarpin Rizaldi. Diduga, ada permainan dalam proses persidangan kasus dengan terdakwa Jhon yang merupakan mantan calon Walikota Padang Panjang ini.
"Mulai tanggal 29 Juni 2015, terdakwa Jhon Ernady (49) dikeluarkan menjadi tahanan kota. Pengalihan dari tahanan negara menjadi tahanan kota," kata Sarpin di Jakarta.
[dem]
BERITA TERKAIT: