Petrus Selestinus: Pansel KPK Harus Segera Ralat Pernyataannya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 02 Agustus 2015, 08:33 WIB
Petrus Selestinus: Pansel KPK Harus Segera Ralat Pernyataannya
Petrus Selestinus/net
rmol news logo . Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sangat menyayangkan dan memprotes keras pernyataan Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel KPK) Yenti Ginarsih, yang menerangkan ketika capim KPK diangkat atau dinyatakan terseleksi, dia harus bersedia mengisi LHKPN.

"Tapi kan kita tahu sendiri bahwa mau mengisi atau tidak itu tidak ada sanksinya. Lalu gimana? Yang pasti soal integritas akan tetap jadi pertimbangan pansel," ujar Yenti Ginarsih di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7) lalu.

Menurut Koordinator TPDI Petrus Selestinus, pernyataan Yenti Ginarsih bahwa "mau mengisi ata tidak itu tidak ada sanksinya" itulah yang jadi soal, karena besar implikasinya.

Disini, kata Petrus, Pansel KPK telah bertindak turut memperlemah upaya pemberantasan korupsi dengan pernyataan yang bersifat memanipulasi ketentuan UU 28/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Di dalam Pasal 5 angka 2 dan 3,  mewajibkan kepada setiap penyelenggara negara untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Kemudian pada Pasal 20 ayat (1) dan (2),  UU 28/1999, soal sanksi ditegaskan bahwa setiap penyelengggara negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal angka 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara pada ayat (2) disebutkan bahwa, setiap penyelenggara negara yang melanggar ketentuan pasal 5 angka 4 dan angka 7 dikenakan sanksi pidana dan atau perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya dalam pasal 21, 22 dari UU 28/1999, mengancam dengan pidana terkait pelanggaran terhadap Pasal 5 khususnya kewajiban melaporkan harta kekayaannya dalam LHKPN apabila terbukti hartanya bersumber dari KKN.

Dengan demikian, lanjut Petrus, terdapat kesalahan sangat fatal yang dilakukan oleh Panitia KPK, karena pernyataanya yang menunjukan kesengejaan memanipulasi ketentuan UU atau ketidaksiapan Panitia KPK untuk mendalami secara utuh ketentuan UU.

"Sekali lagi pernyataan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Yenti Ginarsih akan berimplikasi negatif sangat luas bagi upaya pemberantasan korupsi khususnya di bidang pencegahan, karena melalui penelusuran asal usul kekayaan penyelenggara negara dalam LHKPN, KPK dapat menilai apakah kekayaan yang dimiliki penyelenggara negara itu wajar dan setara dengan penghasilannya sebagai seorang penyelenggara negara atau tidak," beber Petrus.

Menurutnya, jika seorang penyelenggara negara kekayaannya sama dengan seorang konglomerat, maka sudah pasti tidak setara dengan gajinya sebagai seorang penyelenggara negara, apapun jabatannya dan berapapun gajinya, karena gaji seorang penyelenggara negara sudah terukur.  

"Karena itu Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK harus segera meralat pernyataan Yenti Ginarsih dan kembali menjelaskan secara utuh bunyi Pasal 5 dan Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," tegas Petrus.

Tambah dia, pendekatan melalui sayap pencegahan harus berjan setara dengan penindakan, bahkan harus saling menunjang. Karena jika KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan, maka hasil yang dicapai  kurang dari 5 persen sementara tindak pidana korupsi yang terjadi secara merata di Indonesia tidak terjangkau. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA