"Tentunya kami patut menyampaikan penghargaan kepada KPK atas operasi tangkap tangan ini,†kata Ketum DPN Peradi, Juniver Girsang di Jakarta di Jakarta, Jumat (10/7).
Dari aksi OTT tersebut pihaknya melihat ada beberapa hal penting. Pertama, praktik korupsi, khususnya korupsi yudisial, masih terjadi. Kedua, usaha-usaha preventif untuk mencegah terjadinya praktik korupsi, khususnya korupsi yudisial, baik yang dilakukan KPK maupun institusi Pengadilan, dan Organisasi Advokat, belum efektif berjalan.
Ketiga, semua institusi penegak hukum, termasuk Peradi, masih memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama untuk memastikan tidak terjadinya praktik-praktik korupsi yudisial seperti yang terjadi di Medan.
"Tanpa mengabaikan prinsip praduga tidak bersalah, selaku pimpinan Peradi, kami tentu sangat sesalkan atas terjadinya praktik suap yang melibat ketua PTUN, dua hakim, panitera, dan pengacara di Medan itu," ujarnya.
Dari peristiwa itu, Juniver melihat sebagai kegagalan bangsa ini dalam usaha membangun peradilan yang bersih bebas korupsi. Ini gambaran borok luka yang menjadi kewajiban untuk disembuhkan.
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketum DPN Peradi, Harry Ponto terhadap peristiwa itu.
"Tidak cukup Peradi bersikap reaktif dan hanya semata-mata bersemangat untuk menjatuhkan hukuman pelanggaran kode etik terhadap pengacara yang terlibat dalam kasus tersebut dan juga harus bercermin, apakah selama ini telah berperan dalam membangun kualitas profesi advokat berbasis ketaatan pada etika dan moral sehingga advokat tidak melakukan perbuatan tercela seperti itu,†kata Harry.
Dia juga menegaskanbahwa organisasi itu harus jadi watch-dog bagi para anggotanya yang merupakan tugas dan menjadi tanggungjawab Peradi
.[wid]
BERITA TERKAIT: