Salah satu tokoh pengusaha wanita yang juga adalah orang tua murid di JIS, Shinta Kamdani mengatakan, pada awalnya kasus dugaan kekerasan seksual di JIS ini memang sangat meyakinkan. Tapi sejalan dengan bergulirnya persidangan dan terungkapnya fakta-fakta medis dan fakta lainnya, menjadikan kasus ini semakin absurd. Apalagi di balik pelaporan kasus ini ke polisi juga muncul permintaan uang ke JIS hingga triliunan rupiah sebagai ganti rugi.
"Sebagai orang Indonesia saya sedih, prihatin bahwa ada tujuh pekerja kebersihan dan guru di JIS harus menjadi korban dari perbuatan yang saya yakin tidak pernah mereka lakukan. Jangan dilupakan, walaupun ini sekolah internasional yang menjadi korban kasus ini adalah orang-orang Indonesia yang hidupnya sudah susah," jelas Shinta kepada wartawan, Rabu (18/3).
Shinta menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi, karena tidak didukung oleh bukti-bukti medis yang kuat. Bahkan dalam kasus dua guru yang melibatkan Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong, tempat dan waktu peristiwanya tak jelas. Untuk meyakinkan adanya kasus ini publik dicekoki dengan informasi yang seolah-olah nyata.
"Opini publik yang menyesatkan telah menjadikan kasus JIS seperti nyata. Karena itu sebagai ibu dan orangtua, kami berharap hukum dapat mengungkap kasus ini dengan seadil-adilnya. Ada anak dan istri para pekerja kebersihan serta guru yang sangat menderita dan sangat terancam masa depannya," papar Shinta.
Menurut Shinta, JIS adalah institusi yang sangat mengedepankan aspek keamanan dan kontrol yang sangat ketat dalam lingkungan pendidikan.
Kedua guru JIS yang sedang dalam proses peradilan saat ini adalah guru yang telah mengabaikan hidupnya bertahun-tahun untuk pendidikan.
Bahkan Neil Bantleman, yang berkewarganegaraan Inggris dan Kanada, selama lebih dari empat tahun mengajar di JIS juga membantu anak-anak Indonesia yang tidak mampu untuk menikmati pendidikan
.[wid]
BERITA TERKAIT: