Demikian disampaikan analis kepolisian, Bambang Widodo Umar. Purnawirawan perwira Polri ini menganggap hal tersebut perlu dilakukan KPK lantaran saksi-saksi Komjen BG yang berasal dari kalangan kepolisian terus mangkir dalam panggilan pemeriksaan.
Sedianya ada 10 saksi dari pihak Kepolisian yang diperiksa KPK. Tapi, dari jumlah itu, hanya Dosen Utama atau Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Sebetulnya tidak perlu sampai TNI turun. Tapi dalam situasi seperti ini, siapa lagi yang mau dimintai tolong di negeri ini (selain TNI)?" kata Bambang saat dihubungi wartawan, Kamis (29/1).
Alasan lainnya, para saksi dari polisi itu bersenjata. KPK harus meminta bantuan TNI. KPK tidak bisa meminta Korps Brimob yang pasti akan patuh kepada atasan Polri.
"Siapa lagi yang mau diminta tolong? Sementara Brimob pasti akan patuh pada korpsnya. Artinya akan melindungi saksi-saksi itu. Jaksa dari KPK tidak bersenjata," kata salah satu anggota Tim 9 bentukan Presiden Jokowi ini.
Seharusnya, lanjut dia, dalam masalah ini polisi sadar dan tidak merasa kebal hukum. Jangan sampai masyarakat bertanya-tanya soal sikap pihak Kepolisian yang enggan memenuhi panggilan KPK.
"Kalau tahu aturannya, dipanggil ya harus datang. Persoalan tidak tahu atau tidak melihat sendiri kan bisa dijelaskan dalam pemeriksaan," terang dia.
Mengenai upaya jemput paksa, sejauh ini KPK belum punya opsi lain, termasuk soal menggandeng TNI. Tapi yang pasti sampai saat ini, KPK masih berupaya memanggil kembali saksi-saksi yang sebelumnya tidak hadir.
KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar. Mantan ajudan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri itu diduga menerima hadiah atau janji saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir (Binkar) Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Markas Besar Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.
Calon tunggal Kapolri pengganti Jenderal Pol Sutarman itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.
[ald]
BERITA TERKAIT: