Karena kuat dugaan, dalam proses pidana Ratna Mutiara inilah hulu dari kriminalisasi yang diarahkan kepada pimpinan KPK, Bambang Widjojanto alias BW.
"Mengapa demikian, karena kemungkinan kriminalisasi bermula dari rekayasa dugaan sumpah palsu terhadap Ratna Mutiara. Merekayasa dugaan sumpah palsu melalui cara kerja mafia peradilan sampai kepada vonis hakim sangat mungkin terjadi," kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (27/1).
Jika mencermati putusan MK dalam sengketa PHPU Pilkada Kotawaringin Barat tanggal 7 Juli 2010, maka mayoritas saksi hanya berbicara soal politik uang, sehingga baik saksi fakta maupun saksi yang hanya mendengar cerita dari anggota masyarakat hampir semua bicara soal politik uang.
Karena itu, kata Petrus, yang perlu diwaspadai dan ditelusuri adalah apakah kriminalisasi itu bermula sejak Ratna Mutiara dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri hingga vonis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Apalagi pasal yang disangkakan kepada Ratna Mutiara tanpa menyertakan pasal 55 KUHP. Mungkinkah dari keterangan 68 saksi di MK, hanya satu saksi yang bersaksi palsu? Apakah kesaksian Ratna Mutiara dalam persidangan di MK berbeda sendiri dengan 67 saksi lainnya dan apakah keterangan seorang saksi Ratna Mutiara yang menyebabkan pasangan calon Sugianto Sabran-Eko Soemarno kalah di MK?
"Kita patut menduga bahwa bisa saja Ratna Mutiara ini korban dari sebuah sindikat mafia peradilan yang dengan mudah mengatur skenario, dengan perkiraan biaya sekian miliar mulai dari tahap penyidikan hingga putusan hakim mengatasnamakan dana taktis sehingga tiba kepada vonis sumpah palsu. Karena dengan vonis sumpah palsu itu, maka semua hal bisa dilakukan tergantung mau digunakan untuk kepentingan apa dan kapan," terangnya.
Dia pertanyakan, mengapa penyidik Mabes Polri tidak menyelidiki kemungkinan terjadi sumpah palsu ketika proses pidana Ratna Mutiara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terjadi.
Penyidik Bareskrim Mabes Polri dalam perkara dugaan menyuruh melakukan sumpah palsu yang dialamatkan kepada BW seharusnya secara cermat mendalami laporan Sugianto Sabran tentang sumpah palsu, apalagi hanya berdasarkan atas vonis Ratna Mutiara yang sudah dipenjara 5 bulan.
Jika Mabes Polri mendasarkan alat bukti hanya pada copy atau asli surat-surat tertentu, keterangan ahli dan keterangan saksi fakta, apakah hanya dalam pemeriksaan satu minggu itu Penyidik dapat meyakini keterlibatan BW tanpa menyelidiki pokok-pokok lahirnya vonis pidana di PN Jakarta Pusat atas Terdakwa Ratna Mutiara tanggal 16 Maret 2011.
"Apakah dari 68 saksi di MK hanya kesaksian Ratna Mutiara yang palsu yang membuat Sugianto-Eko kalah di MK?" jelasnya.
Masih dijelaskan Petrus, dalam dunia peradilan yang masih sangat kental pengaruh uang baik MK maupun di Peradilan Umum, maka Bareskim Mabes Polri tidak boleh gegabah menetapkan BW sebagai tersangka, karena masih banyak pihak dan barang bukti yang harus diuji guna mendapatkan bukti materil dan kebenaran materil.
Ratna Mutiara harus diberi kebebasan dan dijamin kebebasannya untuk membongkar kemungkinan kriminalisasi atas dirinya dalam perkara pidana yang ia hadapi, yang kemudian dipakai untuk mengkriminalisasi BW.
"Putusan Pidana No. 2197/PID.B/2010/PN.JKT.PST tanggal 16 Maret 2011 bisa saja hanya skenario antara untuk mengkriminalisasi Bambang Widjojanto," tegas Petrus.
[ald]
BERITA TERKAIT: