Menko Era Megawati Irit Bicara Usai Digarap KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 27 November 2014, 15:05 WIB
Menko Era Megawati Irit Bicara Usai Digarap KPK
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti/net
rmol news logo . Mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti tidak berkomentar usai memberikan keterangan kepada penyidik KPK, Kamis (27/11). Dia langsung ngeloyor saat keluar dari lobi Kantor KPK.

Mantan menteri di era Presiden Megawati Soekarnoputri ini nampak keluar sekitar pukul 12.25 WIB tadi. Lelaki tua yang mengenakan jas biru dan kemeja biru kotak-kotak itu irit bicara usai diperiksa hampir dua jam.

"Rahasia," singkat Dorodjatun, saat ditanya diperiksa dalam perkara apa.

Ia lalu meninggalkan Kantor KPK di kawasan Kuningan Jakarta Selatan menumpang mobil jenis sedan yang sudah siap membawanya pulang.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha yang dikonfirmasi membenarkan jika Dorodjatun dimintai keterang dalam penyelidikan. Sayangnya, Priharsa mengaku tak tahu terkait kasus apa Dorojatun digarap.

"Iya di penyelidikan," singkat Priharsa yang dikontak melalui BBM.

Kuat dugaan Dorojatun kembali menjadi terperiksa dalam penyelidikan terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Sebab sebelumnya, dia sudah dipanggil dua kali dalam penyelidikan terkait surat keterangan lunas BLBI.

Diketahui, KPK tengah melakukan penyelidikan terkait BLBI. Awalnya, KPK menyelidiki dugaan korupsi dalam pemberian surat keterangan lunas (SKL) terhadap obligor BLBI yang dikeluarkan dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri.

Namun belakangan, fokus penyelidikan dipecah lagi. Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengatakan, KPK tak hanya menyelidiki SKL saja. Meski begitu, Bambang tak menyebut apa saja yang diselidiki.

Santer kabar, KPK mulai menelisik skema tiga bantuan obligasi dalam BLBI. Sebab diketahui, ada skema obligasi rekapitalisasi senilai Rp 448 triliun yang dikucurkan ke sejumlah bank pada 1998. Salah satunya penerima obligasi itu adalah bank milik Sjamsul Nursalim.

Sayangnya, banyak bank penerima obligasi pelit membayar cicilan bantuan itu. Sehingga, negara harus selalu berutang guna menutupi bunga obligasi rekap yang diambil dari pajak masyarakat ini. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA