Langkah proaktif yang dilakukan oleh anggota Propam tersebut mendapat apresiasi dari tim pengacara para terdakwa JIS.
"Kami sangat gembira bila upaya yang dilakukan oleh polisi tersebut untuk mengungkap fakta yang sesungguhnya terjadi dalam kasus ini. Langkah Propam ini sangat penting untuk agar Polri tidak dijadikan sebagai alat untuk kepentingan tertentu dngan mengorbankan rakyat kecil seperti dalam kasus JIS ini," jelas Saut Irianto Rajagukguk selaku pengacara Virgiawan Amin dan Agun Iskandar, saat berbincang dengan wartawan.
Namun Saut juga mengingatkan, dalam menjalankan pemeriksaan maupun investigasi dalam kasus ini, Propam harus mengikuti aturan yang benar. Di mana dalam setiap pemeriksaan terhadap terdakwa, Propam harus melibatkan dan memberitahu pengacara para terdakwa.
"Kami sangat mendukung upaya Propam untuk membuka kasus ini. Namun, prosedur hukum harus dijalani. Sebelum berinteraksi dengan terdakwa harus memberitahu pengacara, sehingga hasil investigasinya kredibel dan dipercaya. Akibat kasus JIS ini kepercayaan terhadap polisi pasti akan semakin rendah," tegasnya.
Saut mencontohkan, hari Jumat (14/11) anggota Propam telah menjanjikan untuk bertemu dengan tim pengacara di LP Cipinang. Namun, setelah ditunggu hingga waktu yang dijanjikan, si Propam tidak kunjung hadir.
"Kasus penyiksaan terhadap terdakwa JIS di Polda Metro sangat serius dan menjadi preseden sangat buruk bagi institusi Polri. Karena itu kami berharap Propam benar-benar turun tangan untuk membersihkan Polri dan menjadikan polisi kebanggaan masyarakat," pinta Saut.
Para pengacara terdakwa juga meminta Propam melakukan investigasi dan penyidikan kasus ini secara transparan dan
fair. Apalagi dalam kasus ini salah satu pekerja kebersihan JIS tewas saat penyidikan di Polda Metro. Jika kasus dugaan kekerasan ini bisa dituntaskan oleh Propam, kepercayaan publik kepada polisi diharapkan bisa membaik.
Sidang dugaan tindak kekerasan seksual di TK JIS memang telah mengungkap sejumlah fakta penting. Selain dugaan adanya penyiksaan terhadap para terdakwa selama penyidikan di Polda Metro, selama 15 kali sidang yang melibatkan 14 saksi, dugaan adanya kekerasan seksual itu semakin sulit dibuktikan.
Menurut Saut, semua saksi dari institusi medis seperti dr Narrain Punjabi dari klinik SOS Medika, dr Oktavinda Safitry dari RSCM dan dr Tunjung dari RS Bhayangkara Polri secara tegas menyatakan bahwa korban MAK tidak mengalami masalah dengan anusnya. Semuanya terlihat normal dan tidak memperlihatkan terjadinya penyakit menular seksual pada MAK.
Bahkan dalam kesaksian tanggal 12 November lalu, dr Tunjung yang dihadirkan sebagai ahli menegaskan jika MAK disodomi sampai 13 kali, seperti disampaikan dalam BAP), korban bisa mati.
"Setelah mengikuti 15 sidang dan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU, kasus dugaan sodomi ini semakin
absurd. Fakta-fakta di persidangan semakin membuktikan keyakinan kami sejak awal bahwa kasus ini memang tidak pernah ada," ujar Saut.
Dalam kasus JIS, selain melaporkan enam pekerja kebersihan dan dua guru JIS sebagai pelaku tindak kekerasan seksual kepada MAK, Pipit Kroonen, ibu MAK juga menggugat JIS secara perdata. Awalnya Pipit menggugat senilai 12 juta dolar AS, lalu dinaikkan sepuluh kali lipat menjadi 125 juta dolar AS atau senilai Rp 1,5 triliun. Uang sebesar itu diperkirakan cukup untuk membeli seluruh tanah di atas sekolah JIS berada di daerah Cilandak, Jakarta Selatan.
[wid]
BERITA TERKAIT: