Nama Eva sangat terkait dengan gerakan perlawanan menghadapi gurita kekuasaan hasil koalisi antara pengusaha, pejabat politik, dan aparat keamanan.
Eva adalah salah seorang pejuang di tengah konflik penguasaan lahan antara masyarakat Desa Piondo, Banggai, Sulawesi Tengah dengan PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS) milik pengusaha kakap, Murad Husain, yang awalnya menguasai 60 persen saham PT. Berkat Hutan Pusaka (BHP) bersama PT. Inhutani I. Namun belakangan pada tahun 2007 PT. KLS mengakuisisi seluruh saham milik Inhutani I.
Konflik penguasaan lahan antara masyarakat Desa Piondo dengan PT BHP merupakan konflik yang telah berlangsung lama, setidaknya mulai terjadi sejak tahun 1990-1991 ketika PT. BHP mulai melakukan pengukuran terhadap areal Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dikuasainya secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat desa Piondo.
PT. BHP sendiri adalah pemegang izin HTI seluas 13.400 Ha di wilayah Kecamatan Toili dan Toili Barat berdasarkan SK Menhut Nomor 146/kpts-II/1996, tanggal 4 April tahun 1996.
Perlawanan terhadap pihak perusahaan kemudian muncul kembali pada tahun 2002. Petani yang semakin kekurangan tanah mulai melakukan pengambil alihan kembali terhadap tanah-tanah yang diklaim oleh pihak perusahaan. Proses pengambilalihan kembali atas lahan yang dikuasai bahkan sebagian telah ditanami oleh PT. BHP terus berlangsung sampai dengan sekitar tahun 2004.
Pada tahun 2008 PT. KLS mulai melakukan penggusuran terhadap lahan-lahan yang sebelumnya telah ditanami dengan bermacam-macam tanaman perkebunan oleh petani Desa Piondo. Selain itu pada areal yang telah digusur oleh perusahaan kemudian perlahan-lahan ditanami dengan kelapa sawit.
Penggusuran demi penggusuran yang seringkali di-
backup oleh aparat kepolisian dan TNI setempat (Polsek dan Babinsa) ini mendapat protes keras dari petani. Protes-protes terhadap PT. KLS tersebut dilakukan dalam bentuk aksi demonstrasi bersama-sama dengan FRAS Sulteng beberapa kali di Kota Luwuk
Selain melakukan penggusuran dan penanaman kelapa sawit di areal-areal yang sebelumnya telah dikuasai petani, PT. KLS juga secara sengaja melakukan penimbunan terhadap jalan-jalan menuju lahan-lahan perkebunan maupun pertanian milik petani. Penimbunan-penimbunan jalan yang dilakukan oleh PT. KLS setidaknya terjadi pada bulan Oktober 2009 dan yang terakhir terjadi pada bulan Mei 2010 dengan dukungan sekitar 350 orang aparat TNI yang berasal dari KODIM 1308 Luwuk.
Penutupan jalan yang kedua ini kemudian memancing reaksi keras dari para petani hingga berujung pada pembakaran buldozer dan eksavator milik PT. KLS masing-masing satu unit serta pembakaran camp divisi 3 milik perusahaan tersebut.
Dalam luapan kekerasan tersebut, Eva Bande tak bisa berbuat banyak menahan amarah massa. Dari sinilah nama Eva Bande semakin mencuat. Ia dan 23 petani berlangsung "super" cepat.
Eva divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Luwuk. Setelah mendapatkan vonis itu Eva melakukan Permohonan Banding ke Pengadilan Tinggi Palu. Di tingkat banding hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri Luwuk. Di tingkat kasasi Permohonan Kasasi Eva ditolak.
Pada 21 agustus 2014 Eva telah mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) melalui kuasa hukumnya yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Aktivis dan Petani Banggai.
Sidang perdana Permohonan Peninjauan Kembali diadakan di Pengadilan Negeri Luwuk (ibukota Kabupaten Banggai) pada hari Kamis, 4 September 2014 lalu untuk agenda pembacaan permohonan Peninjauan Kembali. Mereka yang jadi majelis hakim PK adalah Aminudin J Dunggio, SH, Baharudin T, SH dan Moh. Taufik, SH. Yang bertindak sebagai jaksa adalah Andi Suharto, SH. (Kasipidum Kejari Luwuk).
Sebelum sidang dimulai, ada aksi solidaritas dari skitar 50 petani Toili. Eva pun turut memberikan orasi di depan pengadilan
Agenda sidang selanjutnya akan dilakukan besok (Selasa 9/9) yaitu mendengar pendapat dan tanggapan jaksa.
[ald]