Anggota ICW Emerson Yuntho dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu (7/9), menjelaskan, ada sejumlah syarat luar biasa yang harus dipenuhi oleh narapidana perkara-perkara ini untuk memperoleh remisi atau pembebasan bersyarat.
Dalam konteks perkara korupsi, lanjut Emerson, selain syarat umum penerimaan bebas bersyarat seperti kelakuan baik dan telah menjalani 2/3 masa pidananya, ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi. Syarat lain yang dimaksudnya adalah bersedia menjadi justice collaborator dan mendapat rekomendasi bebas bersyarat dari aparat penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menkum HAM menganggap bahwa syarat-syarat dalam PP 99/2012 tersebut bersifat alternatif. Artinya, keseluruhan syarat tidak harus dipenuhi untuk seorang narapidana perkara korupsi menerima pembebasan bersyarat," lanjut Emerson.
Emerson menganggap penilaian Amir tersebut salah. Justru sebaliknya, beberapa akademisi dan praktisi hukum serta pengamat sosial menilai bahwa pemberian pembebasan bersyarat untuk Hartati Murdaya keliru dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Oleh karena itu, pembebasan bersyarat Hartati Murdaya seharusnya batal demi hukum," terang Emerson.
Diketahui, Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur pada 12 September 2012. Baru pada 4 Februari 2013, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis dua tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan tiga bulan penjara terhadap Hartati.
Hartati adalah Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
[wid]
BERITA TERKAIT: