SKANDAL PAJAK BCA

KPK Harus Buktikan Kasus Hadi Purnomo Terkait Pilpres

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Rabu, 23 April 2014, 21:28 WIB
KPK Harus Buktikan Kasus Hadi Purnomo Terkait Pilpres
rmol news logo Langkah KPK menetapkan mantan Ketua BPK Hadi Purnomo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak BCA dinilai blunder. Sebab, penetapan itu dilakukan hanya diperkuat dengan bukti-bukti yang berkutat pada persoalan kebijakan.

"Saya agak khawatir dalam kasus ini KPK ceroboh dan terlalu berani. Harusnya penetapan status tersangka diperkuat dengan bukti-bukti adanya penerimaan suap. KPK kali ini blunder. Dalam persidangan KPK kalah dan dia (Hadi Purnomo) dinyatakan bebas," kata Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman saat dihubungi Rakyat Merdeka Online kemarin.

Menurut Boyamin, kebijakan Hadi menerima keberatan pembayaran pajak tahun 1999 yang diajukan BCA tidak bisa dipidanakan kecuali kebijakan tersebut dipengaruhi pamrih dari Hadi, misalnya karena menerima suap. Persoalan lain, kata dia, pada tahun 1999 BCA miliki negara penuh, diambil pengelolaannya oleh BPPN imbas dari krismon 1997/98. Sementara, pemberian keringanan pajak merupakan kewenangan Dirjen Pajak. Kalau demikian, bukankah nanti perdebatannya kebijakan itu wajar saja karena BCA milik negara.

"Kalau hanya berkutat pada kebijakan kemudian dipidana, saya yakin banyak ahli hukum pidana yang berbondong-bondong mau menjadi saksi meringankan," papar dia.

Boyamin membandingkan, dirinya pernah mengadukan lima kasus dugaan korupsi yang permasalahannya sama dengan kasus BCA ke KPK tapi semuanya tidak ditangani dengan alasan hal itu kewenangan dirjen pajak. Bahkan dalam satu kasus KPK malah meminta pandangan kepada Dirjen Keuangan.

"Jadi aneh kenapa dalam kasus ini sikap KPK berbeda," imbuhnya.

Agar tidak blunder, Boyamin mendesak KPK memperkuat bukti adanya penerimaan suap dalam penetapan Hadi sebagai tersangka. Atau, membongkar kecurigaan banyak pihak kasus tersebut berkaitan dengan pemilihan presiden 2004.

"Kebijakan dikeluarkan Hadi beberapa hari setelah pilpres 2004 putaran pertama digelar. Pertanyaannya, adakah itu jadi bancakan kampanye untuk pilpres putaran dua. Itu yang harus dikonstruksikan kasusnya secara utuh oleh KPK. Itu baru top," demikian Boyamin.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA