Mereka yakni, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandjojo Siswanto, Kasubag Sarana Khusus Biro Umum Dephut Joni Aliando, Kabag Perlengkapan Biro Umum Dephut Aryono, serta Sekretaris Jenderal Dephut, Boen Mukhtar Poernama.
Hal itu tersebut saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta (Rabu, 23/4).
Jaksa Andi Suharlis yang bertindak membacakan surat dakwaannya menyatakan pendekatan itu adalah lobi supaya para pejabat Dephut bersedia mengajukan rancangan anggaran pengadaan SKRT dan menunjuk PT Masaro Radiokom sebagai pelaksana pengadaan SKRT. Anggoro juga mengiming-imingi uang kepada para pejabat itu.
Tak hanya itu, Jaksa Suharlis juga menyebutkan setelah pengajuan anggaran itu dilakukan ke DPR, Anggoro juga memberikan "ucapan terima kasih" kepada pejabat Dephut tersebut.
"Sebagai tanda terima kasih, terdakwa memberikan uang senilai Rp 20 juta dan US$ 10 ribu kepada Wandjojo serta US$ 20 ribu untuk Boen," kata Suharlis.
Nah, atas usulan Wandjojo, lanjut Jaksa, MS Kaban selaku Menhut kemudian menetapkan PT Masaro Radiokom sebagai pemenang penyedia barang jasa pekerjaan peluasan jaringan SKRT melalui surat No.S.384/Dephut-II/2007 tertanggal 12 Juni 2007.
Selanjutnya, dalam pembahasan anggaran di DPR, Anggoro juga menjanjikan uang kepada Ketua Komisi IV DPR periode 2004-2009, Yusuf Faisal Erwin, jika berhasil. Pada 16 Juli 2007, Yusuf akhirnya mengesahkan Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Anggaran pengadaan SKRT sendiri termasuk di dalam pagu anggaran program tersebut.
"Lembar pengesahan pagu anggaran itu kemudian diteken oleh MS Kaban selaku Menteri Kehutanan saat itu," urai Jaksa Andi.
Karena Yusuf berhasil meloloskan anggaran, Anggoro kemudian menepati janji. Dia memberikan sejumlah uang kepada Yusuf yang diantar oleh anaknya, David Angka Wijaya, melalui Tri Budi Utami. Uang itu diberikan di ruang Sekretariat Komisi IV DPR.
Uang itu kemudian dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV saat itu. Yakni Suswono sebesar Rp 50 juta, Muchtaruddin Rp 50 juta, dan Muswir Rp 5 juta.
Pada November 2007, Yusuf kembali menerima sejumlah uang dari Anggoro. Uang itu juga dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV saat itu, yakni Fachri Andi Laluasa sebesar SGD 30 ribu, Azwar Chesputra SGD 5 ribu, Hilman Indra SGD 140 ribu, Muchtaruddin SGD 40 ribu, dan Sujud Sirajuddin Rp 20 juta.
Tak cuma itu, Anggoro juga pernah membelikan 2 buah elevator atas permintaan MS Kaban. Elevator itu dibeli untuk digunakan di dalam gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, yang juga sempat dipakai sebagai tempat kegiatan Partai Bulan Bintang (PBB). Kaban sendiri menjabat Ketua Umum PBB pada saat itu.
Atas perbuatannya, Anggoro kemudian dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.
[ald]