"Tentunya KPK tidak boleh diam saja. Jadi, sudah terkuak bukti persidangan, rakyat mengharapkan agar korupsi di migas ini bisa dibuka selebar-lebarnya," kata pengamat migas dan energi Kurtubi saat dihubungi wartawan, Kamis (6/2).
Dia mengatakan apa yang telah dilakukan KPK tidak boleh berhenti sebatas Rudi dan Deviardi saja, tapi juga memeriksa pimpinan Komisi VII.
"Langkah itu sebagai jawaban agar rakyat bisa melihat keseriusan KPK membabat korupsi yang ada di sektor migas nasional. Karena sebagaimana diakui, migas merupakan salah satu sumber sarang korupsi, di samping sektor pajak," tegas Kurtubi lagi.
Dia menuturkan, potensi uang yang begitu besar di sektor migas jelas membuat anggota DPR tergiur untuk meneguk juga mengeruk pundi dari sektor ini.
Ketika ditanya apakah Efendi Simbolon juga perlu di periksa oleh KPK, Kurtubi mengatakan apa gunanya pemeriksaan di KPK kalau tidak ditindak lanjuti.
"Harus dong, harus di periksa," ujarnya.
Lagi pula sudah ada dua alat bukti. Jadi tidak ada alasan politisi PDI Perjuangan itu tidak diperiksa. Kurtubi mengatakan terlihat jelas sekali terlihat adanya upaya salah seorang anggota atau pimpinan Komisi VII untuk memengaruhi pimpinan BP Migas/SKK Migas, agar perusahaan tertentu dimenangkan dalam pembangunan infrastuktur di hulu. Seperti yang disebutkan untuk konstruksi Indonesia Deepwater Development (IDD).
"Sudah jelas dari kesaksian-kesaksian kemarin itu. Ini harus dibuktikan oleh KPK lebih lanjut," ucapnya.
Dia menuturkan, pendanaan IDD itu seluruh biaya pembangunan infrastuktur platform-nya 100 persen dibayar oleh negara lewat cost recovery. Berapapun yang disetujui oleh BP Migas atau SKK Migas akan dibayar negara.
Baik dari rencana pembangunan infrastruktur itu harus memperoleh persetujuan Plan of Development (PoD) SKK Migas, pengesahkan dan pengeluaran Authorized For Expenditure (AFE), hingga berperan meloloskan pemenang kontraktor yang membangun proyek itu.
"Coba bayangkan, dari awal sampai akhir BP Migas yang berkuasa. DPR bermain di situ, sangat empuk. Di mana, kontraktor yang akan garap proyek-proyek itu, nilanya besar sekali. Ini mudah-mudahan pintu masuk (KPK)," paparnya.
Dalam sidang Rudi dan Ardi terkuak soal tiga praktik kotor anggota Komisi VII DPR. Pertama, permintaan upeti 1 juta dolar AS dari era Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Kedua, penitipan pemenangan perusahaan dalam tender di SKK Migas. Ketiga, pertemuan-pertemuan nonformal pejabat SKK Migas-Komisi VII untuk pembahasan kebijakan migas.
Sebelumnya, di persidangan enam nama yang disebut-sebut terkait dengan itu yakni Jhonny Allen, Sutan Bhatoegana, Zainudin Amali, Presiden Direktur dari PT Rajawali Swiber Cakrawala Deni Karmaina, Rudi, dan Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko.
Sementara di Komisi VII diduga ada Effendi Simbolon yang juga menjadi Wakil Ketua Komisi, dan Achmad Farial.
"Kenapa tidak diperiksa, ini juga bisa membuka ruang buat KPK untuk memperkuat kasus ini terungkap," demikian Kurtubi.
[dem]
BERITA TERKAIT: