"Harus dipanggil. Karena THR untuk DPR adalah tradisi korup yang dipelihara, dan dinikmati oleh anggota dewan. Dengan pemanggilan anggota dewan oleh KPK bisa menghancurkan 'tradisi korup berbentuk upeti THR' ini," kata Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi kepada
Rakyat Merdeka Online, Jumat (29/11).
Bahkan, kata Uchok, untuk menghancurkan tradisi korup berbentuk THR yang sudah dipelihara di DPR itu, KPK harus menetapkan Tri Yulianto dan kawan-kawan sebagai tersangka. Adapun Tri saat ini tercatat masih aktif sebagai politisi Partai Demokrat, dan masih menjadi caleg DPR dapil DKI Jakarta.
"Kalau bisa, KPK sudah bisa mengumpulkan 2 bukti hukum, jadikan saja itu anggota dewan (tersangka). KPK jangan takut kepada anggota dewan, jadikan mereka tersangka kalau sudah punya 2 bukti hukum," tekan Uchok.
Menurutnya, sebagai anggota dewan yang dipilih oleh rakyat, tugas DPR seharusnya mengawasi eksekutif agar uang negara tidak bocor, bukan malah meminta upeti THR dari lembaga atau institusi yang merupakan mitra kerjanya.
"Kalau mau THR, jangan jadi anggota dewan, jadilah karyawan, pasti THR anda dibayar perusahaan, dan uangnya halal lagi. Anggota dewan minta THR itu sama seperti preman berdasi, memalak lembaga-lembaga negara hanya untuk memikirkan perut sendiri, dan partainya," demikian Uchok Sky.
Mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/11) kemarin mengakui pernah memberikan uang sebesar US$ 200 ribu kepada Anggota Komisi VII DPR, Tri Yulianto. Uang tersebut, diberikan Rudi kepada Tri Yulianto atas permintaan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana. Menurut Rudi, uang tersebut akan dibagikan oleh kedua politisi Partai Demokrat itu ke anggota Komisi VII lainnya sebagai Tunjangan Hari Raya (THR). Sutan sendiri telah membantah kabar itu, sementara Tri Yulianto belum mengkonfirmasi hal itu. Bahkan, Tri saat ini tak diketahui keberadaannya.
[rus]
BERITA TERKAIT: