Laporan tersebut dilakukan pada 6 November 2013 lalu dengan dugaan
illegal fishing dan pencemaran lingkungan.
"Laporan tersebut sebagai bentuk bahwa mereka memiliki kualitas di mata rakyat Morotai, padahal itu fiktif semua. Penasehat hukumnya pun tahu dan sadar bahwa memang bupati dan wakilnya memiliki peran yang kuat atas peristiwa pidana yang terjadi pada PT MMC," kata kuasa hukum PT Morotai Marine Culture (MMC, Kasman Sangaji di Jakarta.
Kasman menekankan, PT MMC merupakan perusahaan budidaya ikan dan bukan penangkapan ikan.
"Bagaimana bisa dikatakan
illegal fishing. Klien kami tidak pernah mengambil ikan di pulau Morotai, tapi melakukan pembesaran ikan atau budidaya ikan," terangnya.
Dalam kasus ini, Polda Maluku Utara telah menetapkan status tersangka terhadap Bupati dan Wakil Bupati Morotai. Bahkan kepolisian telah melayangkan surat panggilan dua kali, namun keduanya mangkir. Kasman menyatakan, PT MMC dalam hal ini mendesak kepolisian untuk segera melakukan penjemputan paksa, terhadap kedua tersangka yang hingga kini masih aktif menjabat. Kedua tersangka ditudingnya selalu menggerakkan massa untuk melakukan unjuk rasa, yang notabene dengan menggunakan anggaran pemerintah daerah.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Agus Rianto Agus saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya tak ingin terburu-buru melakukan jemput paksa. Selain menghindari kesan terburu-buru, penyidik juga menghindari ketidakcermatan penerapan hukum.
"Penyidik punya pertimbangan-pertimbangan dalam menangani permasalahan yang ada,"kata Agus.
Agus menjelaskan, persyaratan untuk mengajukan sidang praperadilan sebagaimana diatur pasal 77 KUHAP adalah tidak sahnya penangkapan, tidak sahnya penahanan, dan penghentian penyidikan. Sementara di pasal 79 disebutkan yang berhak mengajukan sidang praperadilan adalah tersangka, keluarga, atau kuasa hukum.
Kasus ini bermula dari perusakan, penutupan paksa, dan penjarahan fasilitas milik PT MMC pada tahun 2011, hingga merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp 300 miliar. Bupati dan Wakil Bupati Morotai diduga menjadi aktor utama dan aktor intelektual pengerahan massa dalam aksi tersebut.
Empat orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan bawahan Bupati telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Tobelo, Kabupaten Halut. Akibat pengrusakan fasilitas PT MMC, 473 karyawan yang merupakan warga lokal berhenti bekerja sejak Maret 2012 hingga 2013
.[wid]
BERITA TERKAIT: