Asosiasi Sarjana HTN: SBY Jangan Kooptasi MK!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 08 Oktober 2013, 12:54 WIB
Asosiasi Sarjana HTN: SBY Jangan Kooptasi MK<i>!</i>
FOTO:NET
rmol news logo Ada penumpang gelap yang berusaha memancing di air keruh atas kasus yang menimpa ketua non aktif Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.

Setidaknya ini pandangan Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara Indonesia (ASHTN-Indonesia).

"Kami melihat ada upaya sistematis untuk melemahkan institusi MK dengan membonceng kasus Akil," ujar Presidium Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara Indonesia (ASHTN-Indonesia), Sudiyatmiko Ariwibowo di Jakarta, Selasa (8/10).

Sudiyatmiko menyebutkan, respon aktif Presiden SBY dengan mengumpulkan pimpinan lembaga tinggi negara minus MK, memberi preseden buruk dalam hubungan antar lembaga negara.

"Kita akan cermati sejauh mana isi Perppu MK ini. Jangan sampai MK menjadi lembaga insubordinat lembaga tinggi lainnya, apalagi di bawah kooptasi presiden, ini sama saja memutar balik  era Orde Baru," ingat Sudiyatmiko yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Anggota presidium ASHTN-Indonesia lain, Mei Susanto menambahkan, perlu adanya reformasi di internal MK. Bahkan ia setuju jika sengketa hasil suara dalam Pilkada tidak lagi ditangani MK.

"MK jangan lagi menangani sengeketa hasil pilkada, ini tidak sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kami mendesak, melalui pembahasan RUU Pilkada di DPR, persoalan ini harus direspons serius," tegas Mei.

Namun, kata Mei mengingatkan, jika pada akhirnya sengketa Pilkada beralih di Mahkamah Agung maka harus dipastikan lembaga peradilan itu steril dari praktik-praktik kotor seperti jual beli perkara dan sejenisnya.

"MA juga harus firm. Bukan justru memindahkan praktik suap dari MK ke MA. Itu sama saja," cetus Mei yang juga alumnus Universitas Padjadjaran Bandung ini.

ASHTN Indonesia mengharapkan kasus yang menimpa Akil Mochtar harus dijadikan momentum untuk membenahi kelembagaan internal. Hanya saja, asosiasi ini mengingatkan reformasi kelembagaan MK bukan berarti mengkooptasi apalagi melemahkan lembaga pengawal konstitusi.

"Concern kami, MK harus tetap tegak sebagai lembaga pengawal konstitusi. Jika ada tikus di lumbung padi, bukan lumbungnya yang dibakar, tapi tikusnya," tandas Sudiyatmiko bertamsil.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA