Juru bicara universitas dalam pesan email menyebut saat ini Stanford sedang dalam proses melakukan pengurangan anggaran.
"Minggu lalu, banyak sekolah dan unit melakukan pengurangan staf. Secara total, terjadi 363 PHK," ungkapnya, seperti dimuat
Reuters pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Langkah drastis ini dilakukan setelah pemerintahan Trump mengancam akan memangkas dana federal untuk universitas-universitas yang dianggap gagal mengatasi protes pro-Palestina di kampus, serta terkait kebijakan iklim, transgender, dan program keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI).
Stanford sebelumnya telah mengumumkan pada Juni lalu bahwa pihaknya melakukan pengurangan anggaran dana umum sebesar 140 juta dolar AS untuk tahun ajaran mendatang.
Universitas itu menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil karena lingkungan fiskal yang menantang yang sebagian besar dibentuk oleh perubahan kebijakan federal yang memengaruhi pendidikan tinggi.
Kebijakan pemangkasan pendanaan ini tidak hanya menimpa Stanford. Pekan lalu, pemerintah Trump membekukan lebih dari 330 juta dolar AS dana untuk University of California, Los Angeles (UCLA), dengan tuduhan kampus gagal mencegah lingkungan yang tidak bersahabat bagi mahasiswa Yahudi dan Israel setelah pecahnya protes terkait perang Israel di Gaza.
Los Angeles Times melaporkan bahwa para pemimpin UCLA sedang bersiap bernegosiasi dengan pemerintahan Trump mengenai pembekuan dana tersebut.
Sementara itu, pemerintah baru-baru ini menyelesaikan penyelidikan dengan Universitas Columbia dan Universitas Brown.
Columbia setuju membayar lebih dari 220 juta dolar AS, sementara Brown akan membayar 50 juta dolar AS. Pembicaraan dengan Universitas Harvard masih berlangsung.
Kebijakan ini menuai kritik keras dari kelompok pembela hak asasi manusia. Mereka menilai langkah pemerintah mengancam kebebasan akademik dan kebebasan berbicara di kampus.
Pemerintah Trump menuduh universitas-universitas membiarkan antisemitisme berkembang selama protes pro-Palestina. Namun, para pengunjuk rasa, termasuk sejumlah kelompok Yahudi, menolak tuduhan tersebut.
Mereka menilai pemerintah keliru menyamakan kritik terhadap serangan militer Israel di Gaza dan pendudukannya di Palestina dengan antisemitisme, serta menganggap advokasi hak-hak Palestina sebagai dukungan terhadap ekstremisme.
BERITA TERKAIT: