Aksi ini melibatkan sekitar 45 ribu pekerja yang tergabung dalam serikat International Longshoremen’s Association (ILA), menyusul adanya kegagalan kesepakatan dengan operator pelabuhan yang diwakili oleh United States Maritime Alliance (USMX) sejak negosiasi dimulai pada Mei lalu.
Seperti dikutip dari Quartz, Selasa (1/10), ILA menyebut bahwa para perusahaan yang diwakili oleh USMX enggan berbagi keuntungan besar yang dihasilkan pada 2024 dengan pekerja pelabuhan.
Pekerja di berbagai pelabuhan utama, termasuk New York dan Texas menghentikan aktivitas mereka dalam rangka memperjuangkan kenaikan upah yang lebih layak dan perlindungan terhadap otomatisasi di terminal.
Mogok kali ini merupakan aksi terbesar sejak 1977 di kawasan tersebut, dengan dampak yang sangat signifikan bagi perekonomian AS.
Menurut analisis dari Container xChange dan J.P. Morgan, aksi mogok ini berpotensi menyebabkan kerugian hingga 5 miliar Dolar AS atau sekitar Rp75 triliun per hari.
Sementara itu, laporan dari Oxford Economics memperingatkan bahwa jika pemogokan berlangsung lama, hingga 100 ribu pekerjaan bisa terdampak, dan perekonomian AS dapat kehilangan antara 4,5 miliar hingga 7,5 miliar Dolar AS setiap minggunya.
CEO Container xChange, Christian Roeloffs, menjelaskan bahwa kemacetan di pelabuhan-pelabuhan utama juga akan memicu lonjakan biaya dan gangguan jadwal pengiriman, yang berdampak luas pada rantai pasok global.
Meskipun Gedung Putih dan sejumlah lembaga federal telah mendesak ILA dan USMX untuk kembali ke meja perundingan, Presiden AS Joe Biden menyatakan bahwa ia tidak akan menggunakan Undang-Undang Taft-Hartley untuk memaksa pekerja kembali bekerja.
"Saya tidak mau pakai Taft-Hartley," tegas Biden kepada wartawan pada Minggu.
BERITA TERKAIT: